Selasa, 14 Juni 2011

MAKALAH PULAU SANGKARANG


KATA PENGANTAR



Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah  ini, yang Berjudul: “Kepulauan Spermonde ( Sangkarang )”
Penulis menyadari bahwa didalam penulisan Makalah ini tidak terlepas dari berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan Makalah ini.:
1.      Drs. J. M Tupalessy. Selaku Dosen mata kuliah “Geografi Regional Indonesia Yang sudah banyak memberikan dorongan dan bantuan dalam penulisan Makalah ini.
2.      Teman – teman sekalian yang sudah banyak memberikan masukan bagi penulisan Makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisanya. Namun demikian, Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik dan oleh karenanya, Penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan Makalah ini.
            Akhirnya Penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.



Ambon….juni 2011


                                                                                                                     Penulis





DAFTAR ISI



Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I. PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang                                                                                          
B.     Tujuan Penulisan
C.     Metode Penulisan                                                                   

BAB II. KEPULAUAN SPERMONDE ( SANGKARANG )

A.    LOKASI
1.      Letak Geografis
2.      Letak Astronimis
3.      Luas Wilayah

B.     KEADAAN ALAM
1.      Iklim
2.      Flora Dan Fauna

C.    SUMBER DAYA
1.      Perikanan

D.    PENDUDUK
1.      Jumlah Penduduk
2.      Persebaran Penduduk
3.      Mata Pencaharian
4.      Bedayaan
5.      Fasilitas
6.      Tradisi masyarakat
7.      Makanan Tua

E.     PEMERINTAHAN

F.     KETERKAITAN ANTARA WILAYAH, KELIBIHAN DAN KEKURANGAN TIAP WILAYAH  DAN KEKURANGAN TIAP WILAYAH DAN PERLU SALING MENGISI.

G.    PETA LOKASI

BAB III PENUTUP

A.    KESIMPULAN
B.     SARAN

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN



A.  LATAR BELAKANG

Kepulauan Spermonde (Spermonde shelf) terdapat di bagian selatan Selat Makassar, tepatnya di pesisir barat daya Pulau Sulawesi. Sebaran pulau karang yang terdapat di Kepulauan Spermonde terbentang dari utara ke selatan sejajar pantai daratan Pulau Sulawesi (Van Vuuren, 1920a,b. dalam de Klerk, 1983).

Kegiatan eksploitasi sumberdaya laut di Kepulauan Spermonde telah berlangsung ratusan tahun.  Menurut pengamatan terakhir, perkembangan sektor perikanan di Kepulauan Spermonde berlangsung sangat pesat. Perkembangan tersebut tidak terbatas pada pertumbuhan jenis usaha yang berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya laut, tetapi juga pada dinamika perkembangan usaha perikanan. 

Pesatnya perkembangan usaha perikanan di kawasan ini terutama terlihat pada dinamika teknik dan teknologi penangkapan yang dipacu oleh permintaan pasar akan biota laut. Pasar yang menjanjikan pendapatan tinggi dari hasil tangkapan didominasi oleh jenis biota bernilai ekspor, terutama jenis ikan karang dan beberapa jenis ikan pelagis.

Spermonde terdiri atas banyak pulau yang terpisah, di mana beberapa pulau menjadi sentra bisnis karena domisili punggawa bermodal besar pada pulau tersebut; sedangkan beberapa pulau lainnya menjadi pusat perdagangan atau penampungan hasil tangkapan karena kondisi yang sama. Perbedaan menyolok antar pulau terlihat pada berbagai kecenderungan dari kebiasaan nelayan untuk menangkap jenis biota tertentu berdasarkan musim penangkapan. 

Menurut pengamatan awal, nelayan pada setiap pulau memiliki kebiasaan untuk menangkap ikan tertentu dengan alat yang tertentu. Dengan diberlakukannya Undang-undang Otoda dan gelombang krisis ekonomi yang dipastikan berdampak pada pemanfaatan sumberdaya alam, maka survei  pemanfaatan sumberdaya oleh primary stakeholder di Kepulauan Spermonde merupakan langkah awal untuk mengetahui adakah masa “transisi” pengelolaan sumberdaya laut di kepulauan tersebut.

B.  TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dalam penulisan Makalah ini :
1.      Untuk mengetahui dan pemahami tentang pkepulauan spermonde ( sangkarang ) .
2.      Untuk menambah ilmu bagi penulis

C.  METODE PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan Makalah ini adalah “ pengambilan materi lewat internat “


BAB II
KEPULAUAN SPERMONDE
 ( SANGKARANG )



A.  LOKASI
1.    Letak Geografis

Kepulauan Spermonde ( Sangkarang ) di sebelah timur dibatasi oleh daratan utama Pulau Sulawesi dan di sisi barat dibatasi oleh Selat Makassar, laut dalam yang merupakan jalur lintasan antara Sulawesi dan Kalimantan (Borneo).

2.    Letak Astronomis

Kepulauan spermonde (Sangkarang ) KSulawesi Selatan (pulau) secara Astronomis  terletak di lintang (-4,876 derajat) 4 ° 52 '33 "Selatan Equator dan bujur (119,114 derajat) 119 ° 6' 50" Timur dari Meridian Perdana di Peta dunia.
                                                                                                                     
3.      Luas Wilayah

Kepulauan Spermonde meliputi area seluas ± 150 km2, dan mempunyai 120 pulau karang ( small coral islands) (de Klerk, 1983)

B.  KEADAAN ALAM
1.      Iklim

Iklim Kepulauan Spermonde ( Sangkarang ) adalah tropis. Rata-rata temperatur setiap bulan adalah 28°C, rata-rata minimal dan rata-rata maksimal temperatur harian adalah 22°C - 30°C. Musim hujan dari Desember hingga Maret dan Musim kemarau dari Mei hingga Oktober.
2.      Flora dan Fauna
Marine Biota (Biota Laut) di Kepulauan Spermonde

Perairan ekuator di Indonesia sangat kaya dengan kehidupan karang dan berbagai macam hewan akuatik yang merupakan salah satu tempat terbesar di dunia (Kuiter, 1992).

Seagrass

          Rumput laut adalah organisme angiosperma yang berada di dasar perairan pantai, membentang dari zona pasang surut rendah (lower intertidal zone) hingga perairan dengan kedalaman sekitar 40 meter. Mereka tumbuh pada berbagai jenis substrat. Indonesia mempunyai 12 spesies dan Sulawesi Selatan mempunyai 7 spesies.

Seaweed (Alga laut)

Tanaman laut seperti alga merupakan komponen yang penting bagi sistem terumbu tropis. Alga laut di Kepulauan Spermonde mempunyai 233 spesies dan dibagi ke dalam alga hijau (Chlorophycea) 80 spp., alga coklat (Phaeophycea) 36 spp., dan alga merah (Rhodophycea) 107 spp. (Verheij, 1993).
Scleractinian Coral
Salah satu komponen dasar lautan adalah hard corals (Ordo Scleractinia). Di perairan Indonesia timur tercatat ada 480 spesies hard corals, sedangkan di area zona Spermonde terdapat 244 spesies dari 78 genera (Moll, 1983) dan mushroom corals (Fungiidae) ada 35 spesies (Hoeksema, 1989).
Soft Corals (Octocorallia)
Soft coral (Alcyonarians) mirip dengan hard corals, tetapi soft corals hanya mempunyai sedikit kapur keras skeleton. Mereka berada pada semua habitat terumbu dari perairan dangkal hingga ke perairan berkedalaman sekitar 40 m. Dalam area Indo-Malaya (termasuk Indonesia) terdapat 4 familia, 38 genera, dan 24 spesies soft coral (Manuputty, 2002).

Sponges

Sponge adalah organisme sedimentary filter feeding yang multiselluler. Diperkirakan ada 7000 lebih spesies sponge yang telah dideskripsikan (Hooper & Levi, 1994 in Voogd, 2005). Taksonomi sponge yang tersisa di Indonesia tidak lengkap meskipun telah diemukan sekitar 850 spesies.

Fish Faunas
Distribusi geografis ikan-ikan secara umum sangat bervariasi diantara spesies-spesies. Ikan-ikan pelagis mampu berenang dengan jarak yang jauh dan beberapa diantaranya mempunyai distribusi internasional. Ikan-ikan pelagis merupakan perenang di lautan terbuka, tetapi ada beberapa yang secara rutin mengunjungi terumbu meskipun sebenarnya mereka bukan ikan-ikan terumbu. Lautan Indonesia mempunyai keragaman ikan karang yang terbesar di dunia. Di bagian timur Indonesia saja dapat ditemukan lebih dari 1650 spesies (Spalding et al., 2002).

C.  SUMBER DAYA
1.      Perikanan
Gambaran Umum Pemanfaatan Sumberdaya Laut 
Perkembangan usaha perikanan di kawasan Spermonde sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: permintaan pasar, kondisi sumberdaya laut yang dikelola, dan desakan kebutuhan dasar hidup yang harus dipenuhi. Ketiga faktor ini sangat berperan dalam memacu perkembangan berbagai bentuk teknik dan alat tangkap yang dilakukan, baik melalui jalur inovasi maupun adopsi. Jalur inovasi umumnya dilakukan nelayan terutama dalam menghadapi perubahan perilaku biota tangkapan yang telah sering dieksploitasi dengan cara mengubah bentuk atau teknik penangkapan. Sedangkan proses adopsi terjadi ketika nelayan Spermonde menemukan bentuk teknologi atau teknik tangkap yang lebih efektif untuk digunakan, misalnya pada nelayan penangkap gurita yang ditemui di beberapa lokasi yang disurvei, yang baru dilakukan nelayan pada pertengahan tahun 2005.
Secara sepintas, tampak bahwa meskipun Spermonde terdiri atas banyak pulau yang terpisah, namun pulau-pulau tersebut nampaknya disatukan oleh satu jaringan organisasi kenelayanan (punggawa-sawi) dan perdagangan. Beberapa pulau menjadi sentra bisnis karena domisili punggawa bermodal besar pada pulau tersebut. Beberapa lainnya menjadi pusat perdagangan atau penampungan hasil tangkapan karena kondisi yang sama.  Di lain pihak, perbedaan menyolok terlihat pada berbagai kecenderungan dari kebiasaan nelayan menangkap jenis biota tertentu. Tampaknya nelayan pada setiap pulau memiliki kebiasaan untuk menangkap ikan tertentu dengan alat yang tertentu pula. Meskipun alat tangkap pancing dominan digunakan, namun jenis tangkapan dengan alat tangkap tersebut sangat beragam, hampir sebanding dengan keanekaragaman jenis pancing itu sendiri. Persaingan memperebutkan biota juga ditemukan terutama pada jenis biota tertentu. Kondisi ini ditunjukkan oleh berbagai jenis alat dan teknik penangkapan yang digunakan nelayan, mulai yang ramah lingkungan hingga yang bersifat destruktif. 
Berikut di bawah ini dijelaskan gambaran umum kondisi sosial ekonomi masyarakat serta pemanfaatan sumberdaya laut, khususnya perikanan per pulau yang di survei, dimulai dari pulau dalam wilayah Kabupaten Pangkep dan diakhiri dengan pulau dalam wilayah Kota Makassar.
A. Pulau Badi (PB)
Pulau Badi termasuk pulau yang padat penduduknya dengan 407 kepala keluarga. Dengan jumlah penduduk 1.803 jiwa, pulau ini dihuni lebih banyak oleh kaum wanita dari pada penduduk pria, meskipun selisih jumlah diantara kedua jenis kelamin ini tidak terlalu jauh.
Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah sebagai nelayan, sementara 10% diantaranya berprofesi sebagai pedagang hasil laut. Penduduk yang berprofesi sebagai nelayan, memanfaatkan sumberdaya laut dengan melakukan penangkapan jenis biota bernilai ekonomi. Penduduk yang berprofesi sebagai pedagang laut mendistribusikan hasil tangkapan nelayan ke berbagai konsumer, serta menjadikan laut sebagai sarana transportasi. Umumnya sektor perdagangan hasil laut ini dilakukan oleh pedagang pengumpul (pabalolang). Selain itu, aktivitas penjualan karang dan perahu juga dapat dimasukkan ke dalam kategori pedagang.
Pulau Badi terbagi ke dalam dua buah dusun. Keunikannya terletak pada warga penghuni dusun, yaitu dusun utara rata-rata dihuni oleh mereka yang menggunakan purse seine (gae) sebagai alat tangkap. Nelayan gae ini melakukan penangkapan disekitar Pulau Langkai, perairan Jeneponto, Kendari bahkan hingga ke NTT. Pengoperasian alat tangkap gae dilakukan secara berkelompok dengan jumlah anggota 8 sampai 14 orang.  Di lain pihak, dusun selatan lebih banyak dihuni oleh nelayan pemancing ikan sunu. Jenis  pancing yang digunakan nelayan Pulau Badi ada dua yaitu pancing kedo-kedo dan pancing tomba/tomba-tomba. Kedua alat tangkap ini, meskipun digunakan untuk menangkap biota yang sama, namun memiliki bentuk yang berbeda.
Dalam pengoperasiannya pancing tomba sangat berbeda dengan pancing kedo-kedo atau jenis pancing pada umumnya karena setelah pancing dipasang pada suatu daerah yang diduga oleh nelayan terdapat ikan sunu, maka pancing itu ditinggalkan dan akan diperiksa kembali satu jam kemudian. Biasanya nelayan memasang 20 sampai 30 pancing sekaligus agar lebih besar peluang untuk mendapatkan ikan. Jumlah pancing tomba yang dipasang tergantung pada banyaknya umpan (jenis ikan seppa) yang didapatkan. Umpan tersebut juga didapatkan dengan cara dipancing.
Dalam hal alat transportasi berupa perahu, informasi yang diperoleh dari penduduk pulau ini, sejak dahulu hingga lima tahun lalu Pulau Badi merupakan salah satu pusat pembuatan perahu di Kepulauan Spermonde. Namun dalam lima tahun terakhir, setelah munculnya inovasi perahu menggunakan bahan viber oleh nelayan Pulau Barang Ca’di yang dirasakan lebih murah dan tahan lama, maka sebagian besar nelayan di Kepulauan Spermonde perlahan meninggalkan perahu kayu dan menggantinya dengan perahu viber dari Barang Ca’di. Meskipun demikian, hingga kini masih ada sebagian kecil nelayan tetap menggunakan perahu kayu seperti nelayan pancing dari Pulau Pajenekang. Satu unit perahu kayu dengan panjang 5-6 meter biasanya dijual dengan harga Rp. 1.000.000 per unit .  Selain memproduksi perahu lepa-lepa, pembuat perahu pulau Baddi juga membuat perahu jenis jolloro yang banyak digunakan oleh pemancing, penyelam dan pabalolang yang dijual dengan harga Rp. 2.000.000 per unit. 
Aktifitas perdagangan di Pulau Badi, tidak terbatas pada perdagangan hasil laut berupa ikan, namun juga penjualan karang untuk bahan pondasi rumah. Penambangan  karang sebagai bahan bangunan dilakukan secara terang-terangan sesuai pesanan dan dijual dengan harga Rp. 150.000/jolloro atau ditukar dengan mesin bekas. Aktivitas penambangan karang dilakukan di kawasan gusung batua karena sejak lima tahun terakhir aktivitas penambangan karang di sekitar pulau telah dilarang oleh pemerintah karena berdampak pada daratan pulau yang setiap tahun terkena abrasi. 
 B. Pulau Kodingareng Lompo (PKL)
Pulau Kodingareng Lompo merupakan salah satu pulau yang terletak di dalam wilayah administratif Kota Madya Makassar. Dengan luas 48 Ha, pulau ini dapat dicapai dengan menggunakan angkutan reguler yang setiap hari melayani sekali pelayaran (PP) Makassar-Kodingareng Lompo dalam tempo 1 jam 45 menit. 
Jumlah penduduk pulau sebanyak 4.258 jiwa, dengan ratio penduduk laki-laki dan wanita tidak jauh berbeda.  Penduduk usia 61-75 tahun didominasi oleh wanita.  Pulau ini termasuk salah satu pulau di kawasan Spermonde yang telah dihuni sejak ratusan tahun. Jejak penghunian awal pulau masih dapat disaksikan berupa kuburan tua, tempat pengamatan jaman pemerintah kolonial Belanda dan sekolah yang dibangun saat pendudukan Jepang. Menurut informasi, nama pulau ini disebutkan dalam lontara. 
Sebagai pusat pemerintahan desa, Pulau Kodingareng Lompo memiliki beberapa sarana umum. Sarana tersebut adalah sebuah mesjid, dermaga, sekolah, sumur umum, sarana kesehatan, sarana air bersih dan instalasi listrik.
Fasilitas kesehatan terdiri dari 1 buah puskesmas pembantu dan posyandu. Pelayanan kesehatan ini juga dibantu dengan adanya Pos Obat Desa (POD) yang merupakan bantuan dari program PLAN Internasional. Namun karena suplai air bersih tidak lagi diberikan, fasilitas tersebut kini tidak berfungsi lagi. Dilain pihak, keberadaan bantuan fasilitas air bersih, menurut beberapa orang nelayan telah mematikan usaha yang dilakukan beberapa orang penduduk yang menjual air bersih. Fasilitas lain, seperti jamban umum tidak terdapat di pulau ini, namun jamban keluarga yang umumnya dimiliki para pengusaha sudah ada beberapa buah. Masyarakat nelayan sendiri secara umum masih menggunakan daerah pantai untuk membuang hajat dan sampah rumah tangga. Pantai yang menjadi daerah konsentrasi pembuangan limbah rumah tangga dan membuang hajat berada di sisi pantai bagian selatan Pulai Kodingareng. Untuk keperluan mandi dan mencuci, masyarakat Pulau Kodingareng memanfaatkan beberapa sumur umum yang terdapat di beberapa lokasi di tengah pulau. Sumur-sumur tersebut meskipun bukan merupakan sumur air tawar, namun cukup untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut.
Seperti pada umumnya, letak dermaga di pulau-pulau Spermonde, dermaga Pulau Kodingareng juga terletak di sebelah timur pulau, dan lebih  banyak dimanfaatkan oleh kapal penumpang untuk bongkar muat barang dan penumpang. Terdapat dua buah kapal penumpang reguler yang melayani rute Makassar-Kodingareng setiap harinya. Fungsi kapal angkutan ini sangat vital karena merupakan sarana efektif bagi penyaluran hasil tangkapan dan suplai bahan kebutuhan pokok dari dan keluar pulau, terutama ke Kota Makassar. Dermaga tidak difungsikan sebagai daerah penambatan perahu. Sebagian besar perahu nelayan di Kodingareng merupakan perahu kecil bercadik (lepa-lepa).Perahu-perahu tersebut umumnya ditambatkan di tepi pantai berpasir. Sebagian besar perahu nelayan di Kodingareng Lompo terbuat dari bahan fiber. Hanya perahu lepa-lepa tua dan jolloro saja yang masih terbuat dari kayu. Bagi nelayan semua bagian pantai dapat difungsikan sebagai dermaga bergantung dari kondisi musim dan kemudahan mengawasi. Adapun kapal nelayan yang berukuran lebih besar, seperti yang digunakan pagae ditambatkan di daerah perairan pantai yang lebih dalam. 
Sarana lainnya yang terdapat di Kodingareng Lompo adalah instalasi listrik milik PT. PLN. Sarana  penerangan ini digerakkan oleh generator yang beroperasi selama 12 jam, mulai jam 18.00 sore hingga jam 06-00 pagi.
Sarana penerangan ini telah dapat diakses oleh sebagian besar nelayan. Pemanfaatan sumberdaya laut oleh nelayan Pulau Kodingareng Lompo dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Setiap nelayan paling tidak memiliki 2 jenis alat tangkap yang penggunaannya disesuaikan dengan kondisi tangkapan dan musim. Pada saat penelitian ini dilakukan, alat tangkap yang paling banyak digunakan adalah pancing tinumbu, patte tinumbu, gae, pancing rawe, bom dan bius. Penggunaan alat-alat tangkap tersebut dilakukan baik secara berkelompok maupun perorangan. Jenis alat tangkap yang digunakan secara berkelompok adalah bom, bius, panah/patte tinumbu dan pukat gae. Sedangkan nelayan pemancing tinumbu umumnya melakukan penangkapan secara individu atau dalam kelompok-kelompok kecil berjumlah 2 orang. Demikian pula halnya dengan pengguna alat tangkap rawe.
Beberapa Kelompok Nelayan Pulau Kodingareng Lompo (PKL)
1. Pengusaha Pagae 
Terdapat 10 orang punggawa atau pengusaha perikanan tangkap menggunakan alat tangkap gae di pulau ini.  Beberapa di antara mereka, menurut informasi, juga mengusahakan alat tangkap yang bersifat destruktif (bom atau bius). Bahkan salah seorang di antaranya tengah menghadapi tuntutan pengadilan akibat keterlibatannya dalam penggunaan bius di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. Selain pengguna pukat (gae), usaha lain yang berkembang adalah usaha penangkapan ikan tinumbu. Para punggawa usaha ini masing-masing memiliki satu buah kapal gae yang diawaki oleh 15-20 orang di setiap kapal. Lokasi penangkapan para pagae ini, selain dilakukan di sekitar perairan selat Makassar, juga dilakukan di daerah Sinjai dan Flores. Gae dioperasikan pada malam hari dengan menggunakan lampu sebagai penarik ikan.  
2. Pengusaha Tinumbu 
Selain pagae, terdapat 6 orang punggawa yang disebut pabbalolang bonto. Pabbalolang bonto merupakan pedagang pengumpul hasil laut, khususnya ikan tinumbu. Usaha tersebut dijalankan dengan memberikan modal kepada nelayan pemancing tinumbu berupa perahu lepa-lepa atau jolloro sesuai kebutuhan nelayan, serta mesin dan bahan bakar. Selain kepada nelayan pengguna pancing, para pengusaha pengumpul hasil laut ini juga memberikan modal kepada nelayan yang menggunakan panah (papatte tinumbu). Meskipun hasil yang diperoleh pengguna panah tidak sebaik hasil yang diperoleh pemancing karena ikan hasil tangkapan mereka rusak terkena panah, namun menurut informasi yang diperoleh, ikan-ikan tersebut masih mempunyai harga yang layak, tergantung tingkat kerusakan ikan. Menurut salah seorang pabbalolang bonto, usaha perdagangan ikan tinumbu jauh lebih baik dari usaha perdagangan ikan lelong (ikan yang dijual di pelelangan untuk konsumsi rumah tangga/lokal). Keunggulan usaha ini terletak pada komoditi yang diperdagangkan yang merupakan salah satu jenis ikan yang di ekspor.  
Lokasi-lokasi di mana nelayan pemancing tinumbu beroperasi adalah di sekitar perairan Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang. Lokasi-lokasi tersebut merupakan daerah karang yang oleh nelayan disebut dengan taka. Taka yang merupakan lokasi penangkapan ikan tinumbu, menurut nama yang diberikan  nelayan adalah:
1. Bone Malanjo Raya
2. Bone Malonjo Ilau
3. Bone Pama
4. Bone Lure
5. Copang
6. Sangkarrang
7. Batuilla
8. Gussea
                Selain lokasi tersebut, pada musim tertentu nelayan Kodingareng berangkat ke perairan Kolaka (Sulawesi Tenggara), Flores, dan dan Pulau Sapakkang yang juga merupakan daerah yang memiliki banyak ikan tinumbu.
Jadwal keberangkatan nelayan Pulau kodingareng Lompo ke luar daerah perairan Spermonde bergantung pada musim ikan tinumbu di daerah yang dituju. Bila ikan tinumbu, menurut istilah nelayan “sedang naik” atau sedang musimnya, maka beberapa pengusaha Cina yang memiliki hubungan usaha dengan punggawa Kodingareng Lompo, akan menghubungi para punggawa pulau melalui telepon. Untuk dapat berangkat ke daerah-daerah itu, punggawa  akan menyewa lambo (kapal besar yang biasa digunakan untuk mengangkut barang) milik orang Bulukumba untuk mengangkut perahu nelayan (jenis lepa-lepa) ke daerah tujuan dengan membayar Rp. 150.000,-/perahu (lepa-lepa) hingga tiba di Flores.  Selain itu, punggawa juga mengeluarkan ongkos transportasi bagi para nelayannya.
Nelayan pemancing tinumbu menggunakan dua alat tangkap dalam sekali melaut yaitu: pancing rinta dan pancing tinumbu. Pancing rinta digunakan untuk menangkap ikan umpan seperti: ikan tembang dan ikan  ruma-ruma. Ikan-ikan tersebut dibiarkan hidup agar dapat digunakan sebagai umpan. Sedangkan pancing tinumbu yang digunakan adalah kail No. 02 dengan tasi berwarna (pambo). Karena gigi ikan tinumbu sangat tajam, maka mata kail diikat dengan menggunakan kawat perak dan disambungkan dengan ujung tasi. Waktu penangkapan ikan tinumbu berkisar antara bulan April sampai Agustus dengan puncak penangkapan biasanya pada bulan Juli sampai Agustus.
Biaya-biaya tersebut di atas bukanlah ongkos rutin yang harus dikeluarkan oleh seorang nelayan pemancing tinumbu setiap hari. Jenis ongkos yang rutin dikeluarkan setiap hari hanya bensin sebanyak 2-3 liter dalam satu trip penangkapan (2-3 hari). Jumlah bahan bakar yang digunakan nelayan tergantung dari jarak pulau dengan lokasi penangkapan nelayan. Berbeda dengan nelayan yang menggunakan pancing, nelayan pengguna panah (patte) bekerja dalam kelompok-kelompok kecil antara 2-3 orang dengan menggunakan perahu jolloro. Panah yang digunakan dibuat sendiri dari bahan kayu dan menyerupai senapan. Mata panah diikat dengan tasi yang pada bagian pangkalnya berupa gabus sebagai pelampung (tomba).
Saat survei dilakukan, di sekitar perairan pulau ini ditemukan pagae dari pulau-pulau Kabupaten Pangkep. Harga ikan tinumbu di tingkat pengekspor yang berkedudukan di Makassar (pelabuhan Paotere dan Kayubangkoa) sangat bervariasi, dengan demikian harga di pulaupun menjadi bervariasi. Variasi harga tersebut didasarkan pada bentuk ikatan antara punggawa di pulau dengan para eksportir di Makassar. Bila punggawa pulau memiliki pinjaman pada eksportir, maka harga ikan akan rendah dan sebaliknya. Cara penentuan harga yang sama juga berlaku bagi punggawa pulau dengan nelayannya.

C. Pulau Langkai (PL)
Jarak Pulau Langkai dengan kota  Makassar ± 73 mil dari Kota Makassar atau  ±  60 mil dari  Kelurahan Pulau Barrang Caddi.  Waktu tempuh dari Makassar dengan perahu motor berkapasitas 7 - 12 ton dengan kekutan mesin  20-25 PK adalah 3-4 jam; sedangkan dengan perahu jolloro/kapal motor ukuran sedang  berkapasitas 3-7 ton dengan kekuatan mesin 10-15 PK adalah 2-2½ jam. Berbeda dengan pulau-pulau yang terletak dekat dengan daratan utama Sulawesi, terdapat dua pulauSulawesi Selatan, Langkai dan Lanjukkang,  yang terletak paling barat memiliki kondisi yang unik. Dari jauh, kedua pulau tersebut tampak tidak berpenghuni karena sebagian besar daratannya ditumbuhi tanaman kelapa, cemara dan berbagai macam vegetasi lainnya. Kondisinya dengan demikian menjadi jauh lebih sejuk dibanding pulau-pulau yang dekat dengan daratan utama. 
Sebagai pulau yang terletak jauh dari daratan utama Sulawesi, pola pemukiman penduduk masih terlihat asli seperti yang umum ditemukan pada masyarakat nelayan yang jauh dari daratan. Posisi rumah dibangun terpencar dan tidak teratur. Bagian pantai tidak dimanfaatkan sebagai lokasi pemukiman namun dibiarkan terbuka. Demikian pula material yang digunakan untuk membuat bangunan rumah tinggal yang sebagian besar terbuat dari kayu, meskipun para pengusaha batu merah dari Barombong, Kabupaten Takalar  sering datang membawa batu merah pesanan beberapa penduduk yang mampu. 
Jumlah penduduk pulau sekitar 450  jiwa  dengan jumlah + 100 KK.  Sarana umum yang terdapat pada daerah ini adalah 1 buah SD, 1 buah mesjid dan 1 buah Pustu (posyandu pembantu).


D.  PENDUDUK                                                                                                   
1.      Jumlah Penduduk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar