Selasa, 14 Juni 2011

MAKALAH PULAU SANGKARANG


KATA PENGANTAR



Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah  ini, yang Berjudul: “Kepulauan Spermonde ( Sangkarang )”
Penulis menyadari bahwa didalam penulisan Makalah ini tidak terlepas dari berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan Makalah ini.:
1.      Drs. J. M Tupalessy. Selaku Dosen mata kuliah “Geografi Regional Indonesia Yang sudah banyak memberikan dorongan dan bantuan dalam penulisan Makalah ini.
2.      Teman – teman sekalian yang sudah banyak memberikan masukan bagi penulisan Makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisanya. Namun demikian, Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik dan oleh karenanya, Penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan Makalah ini.
            Akhirnya Penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.



Ambon….juni 2011


                                                                                                                     Penulis





DAFTAR ISI



Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I. PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang                                                                                          
B.     Tujuan Penulisan
C.     Metode Penulisan                                                                   

BAB II. KEPULAUAN SPERMONDE ( SANGKARANG )

A.    LOKASI
1.      Letak Geografis
2.      Letak Astronimis
3.      Luas Wilayah

B.     KEADAAN ALAM
1.      Iklim
2.      Flora Dan Fauna

C.    SUMBER DAYA
1.      Perikanan

D.    PENDUDUK
1.      Jumlah Penduduk
2.      Persebaran Penduduk
3.      Mata Pencaharian
4.      Bedayaan
5.      Fasilitas
6.      Tradisi masyarakat
7.      Makanan Tua

E.     PEMERINTAHAN

F.     KETERKAITAN ANTARA WILAYAH, KELIBIHAN DAN KEKURANGAN TIAP WILAYAH  DAN KEKURANGAN TIAP WILAYAH DAN PERLU SALING MENGISI.

G.    PETA LOKASI

BAB III PENUTUP

A.    KESIMPULAN
B.     SARAN

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN



A.  LATAR BELAKANG

Kepulauan Spermonde (Spermonde shelf) terdapat di bagian selatan Selat Makassar, tepatnya di pesisir barat daya Pulau Sulawesi. Sebaran pulau karang yang terdapat di Kepulauan Spermonde terbentang dari utara ke selatan sejajar pantai daratan Pulau Sulawesi (Van Vuuren, 1920a,b. dalam de Klerk, 1983).

Kegiatan eksploitasi sumberdaya laut di Kepulauan Spermonde telah berlangsung ratusan tahun.  Menurut pengamatan terakhir, perkembangan sektor perikanan di Kepulauan Spermonde berlangsung sangat pesat. Perkembangan tersebut tidak terbatas pada pertumbuhan jenis usaha yang berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya laut, tetapi juga pada dinamika perkembangan usaha perikanan. 

Pesatnya perkembangan usaha perikanan di kawasan ini terutama terlihat pada dinamika teknik dan teknologi penangkapan yang dipacu oleh permintaan pasar akan biota laut. Pasar yang menjanjikan pendapatan tinggi dari hasil tangkapan didominasi oleh jenis biota bernilai ekspor, terutama jenis ikan karang dan beberapa jenis ikan pelagis.

Spermonde terdiri atas banyak pulau yang terpisah, di mana beberapa pulau menjadi sentra bisnis karena domisili punggawa bermodal besar pada pulau tersebut; sedangkan beberapa pulau lainnya menjadi pusat perdagangan atau penampungan hasil tangkapan karena kondisi yang sama. Perbedaan menyolok antar pulau terlihat pada berbagai kecenderungan dari kebiasaan nelayan untuk menangkap jenis biota tertentu berdasarkan musim penangkapan. 

Menurut pengamatan awal, nelayan pada setiap pulau memiliki kebiasaan untuk menangkap ikan tertentu dengan alat yang tertentu. Dengan diberlakukannya Undang-undang Otoda dan gelombang krisis ekonomi yang dipastikan berdampak pada pemanfaatan sumberdaya alam, maka survei  pemanfaatan sumberdaya oleh primary stakeholder di Kepulauan Spermonde merupakan langkah awal untuk mengetahui adakah masa “transisi” pengelolaan sumberdaya laut di kepulauan tersebut.

B.  TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dalam penulisan Makalah ini :
1.      Untuk mengetahui dan pemahami tentang pkepulauan spermonde ( sangkarang ) .
2.      Untuk menambah ilmu bagi penulis

C.  METODE PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan Makalah ini adalah “ pengambilan materi lewat internat “


BAB II
KEPULAUAN SPERMONDE
 ( SANGKARANG )



A.  LOKASI
1.    Letak Geografis

Kepulauan Spermonde ( Sangkarang ) di sebelah timur dibatasi oleh daratan utama Pulau Sulawesi dan di sisi barat dibatasi oleh Selat Makassar, laut dalam yang merupakan jalur lintasan antara Sulawesi dan Kalimantan (Borneo).

2.    Letak Astronomis

Kepulauan spermonde (Sangkarang ) KSulawesi Selatan (pulau) secara Astronomis  terletak di lintang (-4,876 derajat) 4 ° 52 '33 "Selatan Equator dan bujur (119,114 derajat) 119 ° 6' 50" Timur dari Meridian Perdana di Peta dunia.
                                                                                                                     
3.      Luas Wilayah

Kepulauan Spermonde meliputi area seluas ± 150 km2, dan mempunyai 120 pulau karang ( small coral islands) (de Klerk, 1983)

B.  KEADAAN ALAM
1.      Iklim

Iklim Kepulauan Spermonde ( Sangkarang ) adalah tropis. Rata-rata temperatur setiap bulan adalah 28°C, rata-rata minimal dan rata-rata maksimal temperatur harian adalah 22°C - 30°C. Musim hujan dari Desember hingga Maret dan Musim kemarau dari Mei hingga Oktober.
2.      Flora dan Fauna
Marine Biota (Biota Laut) di Kepulauan Spermonde

Perairan ekuator di Indonesia sangat kaya dengan kehidupan karang dan berbagai macam hewan akuatik yang merupakan salah satu tempat terbesar di dunia (Kuiter, 1992).

Seagrass

          Rumput laut adalah organisme angiosperma yang berada di dasar perairan pantai, membentang dari zona pasang surut rendah (lower intertidal zone) hingga perairan dengan kedalaman sekitar 40 meter. Mereka tumbuh pada berbagai jenis substrat. Indonesia mempunyai 12 spesies dan Sulawesi Selatan mempunyai 7 spesies.

Seaweed (Alga laut)

Tanaman laut seperti alga merupakan komponen yang penting bagi sistem terumbu tropis. Alga laut di Kepulauan Spermonde mempunyai 233 spesies dan dibagi ke dalam alga hijau (Chlorophycea) 80 spp., alga coklat (Phaeophycea) 36 spp., dan alga merah (Rhodophycea) 107 spp. (Verheij, 1993).
Scleractinian Coral
Salah satu komponen dasar lautan adalah hard corals (Ordo Scleractinia). Di perairan Indonesia timur tercatat ada 480 spesies hard corals, sedangkan di area zona Spermonde terdapat 244 spesies dari 78 genera (Moll, 1983) dan mushroom corals (Fungiidae) ada 35 spesies (Hoeksema, 1989).
Soft Corals (Octocorallia)
Soft coral (Alcyonarians) mirip dengan hard corals, tetapi soft corals hanya mempunyai sedikit kapur keras skeleton. Mereka berada pada semua habitat terumbu dari perairan dangkal hingga ke perairan berkedalaman sekitar 40 m. Dalam area Indo-Malaya (termasuk Indonesia) terdapat 4 familia, 38 genera, dan 24 spesies soft coral (Manuputty, 2002).

Sponges

Sponge adalah organisme sedimentary filter feeding yang multiselluler. Diperkirakan ada 7000 lebih spesies sponge yang telah dideskripsikan (Hooper & Levi, 1994 in Voogd, 2005). Taksonomi sponge yang tersisa di Indonesia tidak lengkap meskipun telah diemukan sekitar 850 spesies.

Fish Faunas
Distribusi geografis ikan-ikan secara umum sangat bervariasi diantara spesies-spesies. Ikan-ikan pelagis mampu berenang dengan jarak yang jauh dan beberapa diantaranya mempunyai distribusi internasional. Ikan-ikan pelagis merupakan perenang di lautan terbuka, tetapi ada beberapa yang secara rutin mengunjungi terumbu meskipun sebenarnya mereka bukan ikan-ikan terumbu. Lautan Indonesia mempunyai keragaman ikan karang yang terbesar di dunia. Di bagian timur Indonesia saja dapat ditemukan lebih dari 1650 spesies (Spalding et al., 2002).

C.  SUMBER DAYA
1.      Perikanan
Gambaran Umum Pemanfaatan Sumberdaya Laut 
Perkembangan usaha perikanan di kawasan Spermonde sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: permintaan pasar, kondisi sumberdaya laut yang dikelola, dan desakan kebutuhan dasar hidup yang harus dipenuhi. Ketiga faktor ini sangat berperan dalam memacu perkembangan berbagai bentuk teknik dan alat tangkap yang dilakukan, baik melalui jalur inovasi maupun adopsi. Jalur inovasi umumnya dilakukan nelayan terutama dalam menghadapi perubahan perilaku biota tangkapan yang telah sering dieksploitasi dengan cara mengubah bentuk atau teknik penangkapan. Sedangkan proses adopsi terjadi ketika nelayan Spermonde menemukan bentuk teknologi atau teknik tangkap yang lebih efektif untuk digunakan, misalnya pada nelayan penangkap gurita yang ditemui di beberapa lokasi yang disurvei, yang baru dilakukan nelayan pada pertengahan tahun 2005.
Secara sepintas, tampak bahwa meskipun Spermonde terdiri atas banyak pulau yang terpisah, namun pulau-pulau tersebut nampaknya disatukan oleh satu jaringan organisasi kenelayanan (punggawa-sawi) dan perdagangan. Beberapa pulau menjadi sentra bisnis karena domisili punggawa bermodal besar pada pulau tersebut. Beberapa lainnya menjadi pusat perdagangan atau penampungan hasil tangkapan karena kondisi yang sama.  Di lain pihak, perbedaan menyolok terlihat pada berbagai kecenderungan dari kebiasaan nelayan menangkap jenis biota tertentu. Tampaknya nelayan pada setiap pulau memiliki kebiasaan untuk menangkap ikan tertentu dengan alat yang tertentu pula. Meskipun alat tangkap pancing dominan digunakan, namun jenis tangkapan dengan alat tangkap tersebut sangat beragam, hampir sebanding dengan keanekaragaman jenis pancing itu sendiri. Persaingan memperebutkan biota juga ditemukan terutama pada jenis biota tertentu. Kondisi ini ditunjukkan oleh berbagai jenis alat dan teknik penangkapan yang digunakan nelayan, mulai yang ramah lingkungan hingga yang bersifat destruktif. 
Berikut di bawah ini dijelaskan gambaran umum kondisi sosial ekonomi masyarakat serta pemanfaatan sumberdaya laut, khususnya perikanan per pulau yang di survei, dimulai dari pulau dalam wilayah Kabupaten Pangkep dan diakhiri dengan pulau dalam wilayah Kota Makassar.
A. Pulau Badi (PB)
Pulau Badi termasuk pulau yang padat penduduknya dengan 407 kepala keluarga. Dengan jumlah penduduk 1.803 jiwa, pulau ini dihuni lebih banyak oleh kaum wanita dari pada penduduk pria, meskipun selisih jumlah diantara kedua jenis kelamin ini tidak terlalu jauh.
Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah sebagai nelayan, sementara 10% diantaranya berprofesi sebagai pedagang hasil laut. Penduduk yang berprofesi sebagai nelayan, memanfaatkan sumberdaya laut dengan melakukan penangkapan jenis biota bernilai ekonomi. Penduduk yang berprofesi sebagai pedagang laut mendistribusikan hasil tangkapan nelayan ke berbagai konsumer, serta menjadikan laut sebagai sarana transportasi. Umumnya sektor perdagangan hasil laut ini dilakukan oleh pedagang pengumpul (pabalolang). Selain itu, aktivitas penjualan karang dan perahu juga dapat dimasukkan ke dalam kategori pedagang.
Pulau Badi terbagi ke dalam dua buah dusun. Keunikannya terletak pada warga penghuni dusun, yaitu dusun utara rata-rata dihuni oleh mereka yang menggunakan purse seine (gae) sebagai alat tangkap. Nelayan gae ini melakukan penangkapan disekitar Pulau Langkai, perairan Jeneponto, Kendari bahkan hingga ke NTT. Pengoperasian alat tangkap gae dilakukan secara berkelompok dengan jumlah anggota 8 sampai 14 orang.  Di lain pihak, dusun selatan lebih banyak dihuni oleh nelayan pemancing ikan sunu. Jenis  pancing yang digunakan nelayan Pulau Badi ada dua yaitu pancing kedo-kedo dan pancing tomba/tomba-tomba. Kedua alat tangkap ini, meskipun digunakan untuk menangkap biota yang sama, namun memiliki bentuk yang berbeda.
Dalam pengoperasiannya pancing tomba sangat berbeda dengan pancing kedo-kedo atau jenis pancing pada umumnya karena setelah pancing dipasang pada suatu daerah yang diduga oleh nelayan terdapat ikan sunu, maka pancing itu ditinggalkan dan akan diperiksa kembali satu jam kemudian. Biasanya nelayan memasang 20 sampai 30 pancing sekaligus agar lebih besar peluang untuk mendapatkan ikan. Jumlah pancing tomba yang dipasang tergantung pada banyaknya umpan (jenis ikan seppa) yang didapatkan. Umpan tersebut juga didapatkan dengan cara dipancing.
Dalam hal alat transportasi berupa perahu, informasi yang diperoleh dari penduduk pulau ini, sejak dahulu hingga lima tahun lalu Pulau Badi merupakan salah satu pusat pembuatan perahu di Kepulauan Spermonde. Namun dalam lima tahun terakhir, setelah munculnya inovasi perahu menggunakan bahan viber oleh nelayan Pulau Barang Ca’di yang dirasakan lebih murah dan tahan lama, maka sebagian besar nelayan di Kepulauan Spermonde perlahan meninggalkan perahu kayu dan menggantinya dengan perahu viber dari Barang Ca’di. Meskipun demikian, hingga kini masih ada sebagian kecil nelayan tetap menggunakan perahu kayu seperti nelayan pancing dari Pulau Pajenekang. Satu unit perahu kayu dengan panjang 5-6 meter biasanya dijual dengan harga Rp. 1.000.000 per unit .  Selain memproduksi perahu lepa-lepa, pembuat perahu pulau Baddi juga membuat perahu jenis jolloro yang banyak digunakan oleh pemancing, penyelam dan pabalolang yang dijual dengan harga Rp. 2.000.000 per unit. 
Aktifitas perdagangan di Pulau Badi, tidak terbatas pada perdagangan hasil laut berupa ikan, namun juga penjualan karang untuk bahan pondasi rumah. Penambangan  karang sebagai bahan bangunan dilakukan secara terang-terangan sesuai pesanan dan dijual dengan harga Rp. 150.000/jolloro atau ditukar dengan mesin bekas. Aktivitas penambangan karang dilakukan di kawasan gusung batua karena sejak lima tahun terakhir aktivitas penambangan karang di sekitar pulau telah dilarang oleh pemerintah karena berdampak pada daratan pulau yang setiap tahun terkena abrasi. 
 B. Pulau Kodingareng Lompo (PKL)
Pulau Kodingareng Lompo merupakan salah satu pulau yang terletak di dalam wilayah administratif Kota Madya Makassar. Dengan luas 48 Ha, pulau ini dapat dicapai dengan menggunakan angkutan reguler yang setiap hari melayani sekali pelayaran (PP) Makassar-Kodingareng Lompo dalam tempo 1 jam 45 menit. 
Jumlah penduduk pulau sebanyak 4.258 jiwa, dengan ratio penduduk laki-laki dan wanita tidak jauh berbeda.  Penduduk usia 61-75 tahun didominasi oleh wanita.  Pulau ini termasuk salah satu pulau di kawasan Spermonde yang telah dihuni sejak ratusan tahun. Jejak penghunian awal pulau masih dapat disaksikan berupa kuburan tua, tempat pengamatan jaman pemerintah kolonial Belanda dan sekolah yang dibangun saat pendudukan Jepang. Menurut informasi, nama pulau ini disebutkan dalam lontara. 
Sebagai pusat pemerintahan desa, Pulau Kodingareng Lompo memiliki beberapa sarana umum. Sarana tersebut adalah sebuah mesjid, dermaga, sekolah, sumur umum, sarana kesehatan, sarana air bersih dan instalasi listrik.
Fasilitas kesehatan terdiri dari 1 buah puskesmas pembantu dan posyandu. Pelayanan kesehatan ini juga dibantu dengan adanya Pos Obat Desa (POD) yang merupakan bantuan dari program PLAN Internasional. Namun karena suplai air bersih tidak lagi diberikan, fasilitas tersebut kini tidak berfungsi lagi. Dilain pihak, keberadaan bantuan fasilitas air bersih, menurut beberapa orang nelayan telah mematikan usaha yang dilakukan beberapa orang penduduk yang menjual air bersih. Fasilitas lain, seperti jamban umum tidak terdapat di pulau ini, namun jamban keluarga yang umumnya dimiliki para pengusaha sudah ada beberapa buah. Masyarakat nelayan sendiri secara umum masih menggunakan daerah pantai untuk membuang hajat dan sampah rumah tangga. Pantai yang menjadi daerah konsentrasi pembuangan limbah rumah tangga dan membuang hajat berada di sisi pantai bagian selatan Pulai Kodingareng. Untuk keperluan mandi dan mencuci, masyarakat Pulau Kodingareng memanfaatkan beberapa sumur umum yang terdapat di beberapa lokasi di tengah pulau. Sumur-sumur tersebut meskipun bukan merupakan sumur air tawar, namun cukup untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut.
Seperti pada umumnya, letak dermaga di pulau-pulau Spermonde, dermaga Pulau Kodingareng juga terletak di sebelah timur pulau, dan lebih  banyak dimanfaatkan oleh kapal penumpang untuk bongkar muat barang dan penumpang. Terdapat dua buah kapal penumpang reguler yang melayani rute Makassar-Kodingareng setiap harinya. Fungsi kapal angkutan ini sangat vital karena merupakan sarana efektif bagi penyaluran hasil tangkapan dan suplai bahan kebutuhan pokok dari dan keluar pulau, terutama ke Kota Makassar. Dermaga tidak difungsikan sebagai daerah penambatan perahu. Sebagian besar perahu nelayan di Kodingareng merupakan perahu kecil bercadik (lepa-lepa).Perahu-perahu tersebut umumnya ditambatkan di tepi pantai berpasir. Sebagian besar perahu nelayan di Kodingareng Lompo terbuat dari bahan fiber. Hanya perahu lepa-lepa tua dan jolloro saja yang masih terbuat dari kayu. Bagi nelayan semua bagian pantai dapat difungsikan sebagai dermaga bergantung dari kondisi musim dan kemudahan mengawasi. Adapun kapal nelayan yang berukuran lebih besar, seperti yang digunakan pagae ditambatkan di daerah perairan pantai yang lebih dalam. 
Sarana lainnya yang terdapat di Kodingareng Lompo adalah instalasi listrik milik PT. PLN. Sarana  penerangan ini digerakkan oleh generator yang beroperasi selama 12 jam, mulai jam 18.00 sore hingga jam 06-00 pagi.
Sarana penerangan ini telah dapat diakses oleh sebagian besar nelayan. Pemanfaatan sumberdaya laut oleh nelayan Pulau Kodingareng Lompo dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Setiap nelayan paling tidak memiliki 2 jenis alat tangkap yang penggunaannya disesuaikan dengan kondisi tangkapan dan musim. Pada saat penelitian ini dilakukan, alat tangkap yang paling banyak digunakan adalah pancing tinumbu, patte tinumbu, gae, pancing rawe, bom dan bius. Penggunaan alat-alat tangkap tersebut dilakukan baik secara berkelompok maupun perorangan. Jenis alat tangkap yang digunakan secara berkelompok adalah bom, bius, panah/patte tinumbu dan pukat gae. Sedangkan nelayan pemancing tinumbu umumnya melakukan penangkapan secara individu atau dalam kelompok-kelompok kecil berjumlah 2 orang. Demikian pula halnya dengan pengguna alat tangkap rawe.
Beberapa Kelompok Nelayan Pulau Kodingareng Lompo (PKL)
1. Pengusaha Pagae 
Terdapat 10 orang punggawa atau pengusaha perikanan tangkap menggunakan alat tangkap gae di pulau ini.  Beberapa di antara mereka, menurut informasi, juga mengusahakan alat tangkap yang bersifat destruktif (bom atau bius). Bahkan salah seorang di antaranya tengah menghadapi tuntutan pengadilan akibat keterlibatannya dalam penggunaan bius di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. Selain pengguna pukat (gae), usaha lain yang berkembang adalah usaha penangkapan ikan tinumbu. Para punggawa usaha ini masing-masing memiliki satu buah kapal gae yang diawaki oleh 15-20 orang di setiap kapal. Lokasi penangkapan para pagae ini, selain dilakukan di sekitar perairan selat Makassar, juga dilakukan di daerah Sinjai dan Flores. Gae dioperasikan pada malam hari dengan menggunakan lampu sebagai penarik ikan.  
2. Pengusaha Tinumbu 
Selain pagae, terdapat 6 orang punggawa yang disebut pabbalolang bonto. Pabbalolang bonto merupakan pedagang pengumpul hasil laut, khususnya ikan tinumbu. Usaha tersebut dijalankan dengan memberikan modal kepada nelayan pemancing tinumbu berupa perahu lepa-lepa atau jolloro sesuai kebutuhan nelayan, serta mesin dan bahan bakar. Selain kepada nelayan pengguna pancing, para pengusaha pengumpul hasil laut ini juga memberikan modal kepada nelayan yang menggunakan panah (papatte tinumbu). Meskipun hasil yang diperoleh pengguna panah tidak sebaik hasil yang diperoleh pemancing karena ikan hasil tangkapan mereka rusak terkena panah, namun menurut informasi yang diperoleh, ikan-ikan tersebut masih mempunyai harga yang layak, tergantung tingkat kerusakan ikan. Menurut salah seorang pabbalolang bonto, usaha perdagangan ikan tinumbu jauh lebih baik dari usaha perdagangan ikan lelong (ikan yang dijual di pelelangan untuk konsumsi rumah tangga/lokal). Keunggulan usaha ini terletak pada komoditi yang diperdagangkan yang merupakan salah satu jenis ikan yang di ekspor.  
Lokasi-lokasi di mana nelayan pemancing tinumbu beroperasi adalah di sekitar perairan Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang. Lokasi-lokasi tersebut merupakan daerah karang yang oleh nelayan disebut dengan taka. Taka yang merupakan lokasi penangkapan ikan tinumbu, menurut nama yang diberikan  nelayan adalah:
1. Bone Malanjo Raya
2. Bone Malonjo Ilau
3. Bone Pama
4. Bone Lure
5. Copang
6. Sangkarrang
7. Batuilla
8. Gussea
                Selain lokasi tersebut, pada musim tertentu nelayan Kodingareng berangkat ke perairan Kolaka (Sulawesi Tenggara), Flores, dan dan Pulau Sapakkang yang juga merupakan daerah yang memiliki banyak ikan tinumbu.
Jadwal keberangkatan nelayan Pulau kodingareng Lompo ke luar daerah perairan Spermonde bergantung pada musim ikan tinumbu di daerah yang dituju. Bila ikan tinumbu, menurut istilah nelayan “sedang naik” atau sedang musimnya, maka beberapa pengusaha Cina yang memiliki hubungan usaha dengan punggawa Kodingareng Lompo, akan menghubungi para punggawa pulau melalui telepon. Untuk dapat berangkat ke daerah-daerah itu, punggawa  akan menyewa lambo (kapal besar yang biasa digunakan untuk mengangkut barang) milik orang Bulukumba untuk mengangkut perahu nelayan (jenis lepa-lepa) ke daerah tujuan dengan membayar Rp. 150.000,-/perahu (lepa-lepa) hingga tiba di Flores.  Selain itu, punggawa juga mengeluarkan ongkos transportasi bagi para nelayannya.
Nelayan pemancing tinumbu menggunakan dua alat tangkap dalam sekali melaut yaitu: pancing rinta dan pancing tinumbu. Pancing rinta digunakan untuk menangkap ikan umpan seperti: ikan tembang dan ikan  ruma-ruma. Ikan-ikan tersebut dibiarkan hidup agar dapat digunakan sebagai umpan. Sedangkan pancing tinumbu yang digunakan adalah kail No. 02 dengan tasi berwarna (pambo). Karena gigi ikan tinumbu sangat tajam, maka mata kail diikat dengan menggunakan kawat perak dan disambungkan dengan ujung tasi. Waktu penangkapan ikan tinumbu berkisar antara bulan April sampai Agustus dengan puncak penangkapan biasanya pada bulan Juli sampai Agustus.
Biaya-biaya tersebut di atas bukanlah ongkos rutin yang harus dikeluarkan oleh seorang nelayan pemancing tinumbu setiap hari. Jenis ongkos yang rutin dikeluarkan setiap hari hanya bensin sebanyak 2-3 liter dalam satu trip penangkapan (2-3 hari). Jumlah bahan bakar yang digunakan nelayan tergantung dari jarak pulau dengan lokasi penangkapan nelayan. Berbeda dengan nelayan yang menggunakan pancing, nelayan pengguna panah (patte) bekerja dalam kelompok-kelompok kecil antara 2-3 orang dengan menggunakan perahu jolloro. Panah yang digunakan dibuat sendiri dari bahan kayu dan menyerupai senapan. Mata panah diikat dengan tasi yang pada bagian pangkalnya berupa gabus sebagai pelampung (tomba).
Saat survei dilakukan, di sekitar perairan pulau ini ditemukan pagae dari pulau-pulau Kabupaten Pangkep. Harga ikan tinumbu di tingkat pengekspor yang berkedudukan di Makassar (pelabuhan Paotere dan Kayubangkoa) sangat bervariasi, dengan demikian harga di pulaupun menjadi bervariasi. Variasi harga tersebut didasarkan pada bentuk ikatan antara punggawa di pulau dengan para eksportir di Makassar. Bila punggawa pulau memiliki pinjaman pada eksportir, maka harga ikan akan rendah dan sebaliknya. Cara penentuan harga yang sama juga berlaku bagi punggawa pulau dengan nelayannya.

C. Pulau Langkai (PL)
Jarak Pulau Langkai dengan kota  Makassar ± 73 mil dari Kota Makassar atau  ±  60 mil dari  Kelurahan Pulau Barrang Caddi.  Waktu tempuh dari Makassar dengan perahu motor berkapasitas 7 - 12 ton dengan kekutan mesin  20-25 PK adalah 3-4 jam; sedangkan dengan perahu jolloro/kapal motor ukuran sedang  berkapasitas 3-7 ton dengan kekuatan mesin 10-15 PK adalah 2-2½ jam. Berbeda dengan pulau-pulau yang terletak dekat dengan daratan utama Sulawesi, terdapat dua pulauSulawesi Selatan, Langkai dan Lanjukkang,  yang terletak paling barat memiliki kondisi yang unik. Dari jauh, kedua pulau tersebut tampak tidak berpenghuni karena sebagian besar daratannya ditumbuhi tanaman kelapa, cemara dan berbagai macam vegetasi lainnya. Kondisinya dengan demikian menjadi jauh lebih sejuk dibanding pulau-pulau yang dekat dengan daratan utama. 
Sebagai pulau yang terletak jauh dari daratan utama Sulawesi, pola pemukiman penduduk masih terlihat asli seperti yang umum ditemukan pada masyarakat nelayan yang jauh dari daratan. Posisi rumah dibangun terpencar dan tidak teratur. Bagian pantai tidak dimanfaatkan sebagai lokasi pemukiman namun dibiarkan terbuka. Demikian pula material yang digunakan untuk membuat bangunan rumah tinggal yang sebagian besar terbuat dari kayu, meskipun para pengusaha batu merah dari Barombong, Kabupaten Takalar  sering datang membawa batu merah pesanan beberapa penduduk yang mampu. 
Jumlah penduduk pulau sekitar 450  jiwa  dengan jumlah + 100 KK.  Sarana umum yang terdapat pada daerah ini adalah 1 buah SD, 1 buah mesjid dan 1 buah Pustu (posyandu pembantu).


D.  PENDUDUK                                                                                                   
1.      Jumlah Penduduk

MAKALAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA




KATA PENGANTAR



          Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah  ini, yang Berjudul: “Provinsi Sulawesi Tenggara

            Penulis menyadari bahwa didalam penulisan Makalah ini tidak terlepas dari berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan Makalah ini.:

1.      Drs. J. M Tupalessy. Selaku Dosen mata kuliah “Geografi Regional Indonesia Yang sudah banyak memberikan dorongan dan bantuan dalam penulisan Makalah ini.
2.      Teman – teman sekalian yang sudah banyak memberikan masukan bagi penulisan Makalah ini.

            Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisanya. Namun demikian, Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik dan oleh karenanya, Penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan Makalah ini.
            Akhirnya Penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.



Ambon…..Mei 2011


                                                                                                                     Penulis






DAFTAR ISI



                                                                                                             Halaman
Kata Penganta
Daftar Isi
Daftar tabel  dan gambar

BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang           
B.     Tujuan penulisan
C.     Manfaat penulisan            

BAB II. PROVINSI  SULAWESI  TENGGARA
A.    LOKASI                 
1.      Letak Geografis     
2.      Letak Astronomis      
3.      Letak geologis     
4.      Luas Wilayah
B.     KEADAAN ALAM
1.      Relief
2.      Iklim
3.      Keadaan Tanah
4.      Bentang Alam
5.      Flora dan Fauna
C.    SUMBER DAYA    
1.      Pertambangan 
2.      Objek Wisata
3.      Hutan
4.      Pertanian
5.      Perikanan
6.      Peternakan
D.    PENDUDUK       
1.      Jumlah Penduduk
2.      Persebaran Penduduk
3.      Pendidikan
4.      Penghasilan Perkapita
5.      Suku dan budaya
6.      Agama
7.      Kebudayaan
8.      Laju Pertumbuhan Penduduk
E.     PEMERINTAHAN             
F.     KETERKAITAN ANTARA WILAYAH,
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TIAP
 WILAYAH DANPERLU SALING MENGISI
G.    REGIONALISASI KRITERIA YANG DIGUNAKAN
KEWILAYAHANDI INDONESIA
( WAKTU PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN   
H.    PETA LOKASI               
BAB III. PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran      
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR



No                                                  Judul                                                    Halaman

1.    Tabel Jenis-Jenis Flora dan Fauna Dilindungi
     Undang-Undang yang Terdapat di  Propinsi Sulawesi Tenggara:.                   
2.    Persentase Tingkat Pendidikan Penduduk Umur 10 Tahun
 Ke atas Di Prov. Sultra Tahun 2001 – 2005
3.  Gambar Tarian Lulo
4.  Gambar Tarian Balumpa

5.  Gambar Rumah Adat

6.  Gambar Baju Adat

7.  Tabel kabupaten dan kot
8.  Tabel daftar gubernur
9.  Gamabar Peta lokasi


BAB I
PENDAHULUAN



A.  Latar Belakang
Sulawesi Tenggara adalah sebuah provinsi di Indonesia yang beribukotakan Kendari. Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di antara 02°45' - 06°15' Lintang Selatan dan 120°45' - 124°30' Bujur Timur serta mempunyai wilayah daratan seluas 38.140 km² (3.814.000 ha) dan perairan (laut) seluas 110.000 km² (11.000.000 ha).
Sulawesi Tenggara awalnya merupakan nama salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara dengan Bau-bau sebagai ibukota kabupaten. Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Daerah Otonom berdasar Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No. 13 Tahun 1964. Pada awalnya terdiri atas 4 (empat) kabupaten, yaitu: Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton dengan Bau-bau sebagai ibukota provinsi. Namun, karena suatu hal ibukota provinsi berganti menjadi di Kendari. Setelah pemekaran, Sulawesi Tenggara mempunyai 10 kabupaten dan 2 kota.
B.  Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah “ Untuk mendeskripsikan Sulawesi tenggara secara umum ’’

C.  Manfaat Penulisan
Manfaat dalam penulisan ini adalah agar  “ Pembaca bisa mengetahi Sulawesi tenggara secara umum dan menamba ilmu bagi penulis ’’













BAB II.
PROVINSI SULAWESI TENGGARA



A.  LOKASI

1.    Letak Geografis 
Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi ini ber-Ibu Kota di Kota Kendari, mempunyai Batas-Batas di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah, di sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores. Sedangkan di sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda dan di sebelah Barat Berbatasan dengan Teluk Bone.

2.    Letak Astronomis
Provinsi Sulawesi Tenggara dilihat dari peta pulau Sulawesi di Jazirah Tenggara. Akan tetapi bila dilihat dari sudut Astronomis, maka Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara terletak di bagian Selatan garis Khatulistiwa yang memanjang dari Utara ke Selatan diantara 30 L.S - 60 L.S dan melebar dari Barat ke Timur diantara 1200 45' BT - 124 0 60' BT.

3.    Letak Geologis
Kondisi batuan wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara ditinjau dari sudut geologis terdiri atas batuan sedimen, batuan metamorfosis, dan batuan beku. Dari ketiga jenis batuan tersebut yang terluas adalah batuan sedimen, seluas 2.579.790 Ha. Dari jenis tanah, Propinsi Sulawesi Tenggara memiliki 6(enam) jenis tanah yaitu : tanah podzolik seluas 2.299.729 Ha, tanah mediteran seluas 899.802 Ha, tanah latosol seluas 349.784 Ha, tanah organosol seluas 116.099 Ha, tanah alluvial seluas 129.569 Ha dn tanah grumosol seluas 20.017 Ha.

4.    Luas Wilayah
Propinsi Sulawesi Tenggara memiliki wilayah daratan seluas ± 38.140 Km2 atau 3.814.000. Ha dan wilayah perairan (laut ) diperkirakan seluas ± 110.000. Km2 atau 11.000.000 Ha. Propinsi Sulawesi Tenggara terdiri atas 4 (empat) wilayah Kabupaten, yaitu Kabupaten Kendari, Kolaka, Muna dan Buton, dan 1 (satu) wilayah kotamadya yaitu Kotamadya Kendari, serta 1 (satu) wilayah kota administratif yaitu Kotif Bau-Bau.




B.  KEADAAN ALAM

1.    Relief
Wilayah Sulawesi Tenggara, pada umumnya memiliki permukaan yang bergunung, bergelombang, dan berbukit, sedangkan permukaan tanah pegunungan yang relatif rendah yakni sekitar 1.868.860 hektar sebagian besar berada pada ketinggian 100-500 meter diatas permukaan laut dengan tingkat kemiringan mencapai 40 derajat.
Ditinjau dari sudut geologis, bantuan di Provinsi Sulawesi tenggara terdiri atas bantuan sedimen, bantuan metamorfosis dan bantuan beku. Dari ketiga jenis bantuan tersebut, bantuan sedimen merupakan bantuan yang terluas yaitu sekitar 2.878.790 hektar atau sebesar 75,47 persen. Sementara itu, jenis tanah di Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari tanah podzolik seluas 2.394.698 ha (62,79 persen), tanah mediteran seluas 839.078 ha (22,00 persen), tanah latosol seluas 330.182 ha (8,66 persen), tanah organosol seluas 111.923 ha (2,93 persen), tanah aluvial seluas 117.830 ha (3,09 persen), dan tanah grumosal seluas 20.289 ha (0,53 persen). Selain wilayah daratan, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki wilayah perairan yang sangat potensial. Perairan Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari sungai dan laut. Beberapa sungai besar yaitu: sungai konaweha, Sungai Lasolo, Sungai Roraya, dan Sungai Sampolawa.
Sementara itu di Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat kawasan pesisir dan laut yang diperkirakan mencapai 110.000 km 2 . kawasan pesisir dan laut tersebut, pada saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal, baik untuk pengembangan usaha perikanan, prasarana transportasi, maupun dalam hal pengembangan wisata bahari. Dalam pengelolaan potensi sumberdaya tanah dan air tersebut, belum memperhatikan aspek kelestarian lingkungan secara optimal, khususnya kerusakan kawasan hutan, tanah, daerah aliran sungai serta kawasan pesisir dan laut. (Sumber BAPPEDA Prov. Sultra)
2.    Iklim

M usim
Keadaan musim di Propinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari dua musim yakni musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan terjadi antara bulan November s.d bulan Maret, dan musim kemarau terjadi antara bulan Mei s.d bulan Oktober. Khusus pada bulan April, arah angin tidak menentu demikian pula curah hujan sehingga pada bulan ini dikenal sebagai bulan/musim pancaroba.

Curah hujan
Curah hujan di Propinsi Sulawesi Tenggara umumnya tidak merata. Hal ini menimbulkan adanya wilayah daerah basah dan wilayah daerah semi kering. Wilayah daerah basah mempunyai curah hujan lebih dari 2.000 mm/tahun, daerah ini meliputi wilayah sebelah utara garis Kendari - Kolaka, dan bagian utara pulau Buton dan pulau Wawonii. Sedangkan wilayah daerah semi kering mempunyai curah hujan kurang dari 2.000 mm/tahun, meliputi wilayah sebelah selatan garis Kendari - Kolaka dan wilayah kepulauan disebelah Selatan dan Tenggara jazirah Sulawesi Tenggara.

Suhu udara
Karena wilayah daratan Sulawesi Tenggara mempunyai ketinggian umumnya dibawah 1.000 meter dari permukaan laut dan berada disekitar daerah khatulistiwa, maka propinsi ini beriklim tropis.

3.    Keadaan Tanah
a.    Topografi
Kondisi topografi tanah daerah Sulawesi Tenggara umumnya memiliki permukaan yang bergunung, bergelombang dan berbukit-bukit.  Di antara gunung dan bukit-bukit, terbentang daratan-daratan yang merupakan daerah-daerah potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Permukaan tanah pegunungan yang relatif rendah digunakan untuk usaha mencapai luas 1.868.860 ha. Tanah ini sebagian besar berada pada ketinggian 100 - 500 meter di atas permukaan laut dan kemiringan tanahnya mencapai 40 derajat.

b.   Hidrologi
Dari segi hidrologi, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki beberapa sungai yang tersebar di empat kabupaten. Sungai-sungai tersebut pada umumnya memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai sumber energi untuk kebutuhan industri dan rumah tangga dan juga untuk irigasi. Sungai besar seperti Sungai Konaweha yang terletak di Kabupaten Kendari memiliki debit air ± 200 m3/detik, dan berdiri sebuah bendungan Wawotobi yang mampu mengairi persawahan di daerah Kabupaten Kendari seluas 18.000 ha.  Selain itu masih banyak sungai-sungai di daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang tekanan airnya berpotensi untuk pembangunan dan pengembangan irigasi seperti:  Sungai Lasolo di Kabupaten Kendari, Sungai Roraya dan Sungai Sampolawa di Kabupaten Buton (Kecamatan Poleang, Rumbia dan Sampolawa), Sungai Wandasa dan Sungai Kabangka Balano di Kabupaten Muna, serta Sungai Laeya di Kabupaten Kolaka.

4.    Bentang Alam

Gunung Mekongga

Gunung Mekongga merupakan gunung tertinggi di pegunungan Mekongga yang membentang di sisi utara wilayah Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara. Kawasan pegunungan ini merupakan jajaran pegunungan Verbeck yang puncak-puncaknya terdiri dari jenis batuan karst dataran tinggi. dengann puncak tertinggi 2.790 meter dpl[1], gunung ini merupakan gunung tertinggi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geologis wilayah pegunungan ini terbentuk dari atol yang terangkat sekitar ratusan juta tahun yang lalu. Fenomena ini kemudian memberi ruang bagi jenis flora dan fauna yang khas yang kemudian menjadi biota endemic yang hanya terdapat di wilayah ini. Pegunungan Mekongga, juga ideal untuk kegiatan trekking. Titik awal pendakian adalah dari Dusun Surolako, Desa Rantebaru di Kecamatan Ranteangin yang dapat dicapai dengan kendaraan roda empat sekitar empat jam dari kota Kolaka. Selama perjalanan ke puncak yang butuh 5-6 hari, para pendaki gunung disuguhi suasana hutan tropis yang jarang dijamah orang, merdunya kicau burung, sampai acara menyeberangi pertemuan Sungai Mosembo dan Sungai Tinokari. Selain itu, mungkin akan berpapasan dengan anoa

Danau Napabale

Danau Napabale merupakan sebuah danau yang terletak di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Terletak di kaki bukit, dihubungkan ke laut melalui sebuah terowongan alami. Pada saat air laut surut para pengunjung dapat melintasi terowongan tsb. Namun apabila air laut sedang pasang sangat berbahaya untuk berenang karena air laut akan naik sampai ketinggian setengah meter di atas terowongan alam tsb. Danau Napabale tersebut letaknya ± 15 Km dari Raha ibukota Kabupaten Muna.

5.    Flora dan Fauna

Potensi Flora Dan Fauna Sulawesi Tenggara
Pulau Sulawesi memiliki arti yang strategis di dalam kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, karena mempunyai keanekaragaman Jenis flora fauna yang khas dan tidak terdapat di tempat lain. Hal ini disebabkan karena Sulawesi (bersama Maluku dan Nusa Tenggara) terletak di wilayah Wallacea (Wal1acea region), yakni daerah di antara garis Wallacea dan garis Weber yang memisahkan daerah biogeografi Indomalaya di sebelah Barat dan Australasia di sebelah Timur.
Beberapa jenis satwa endemik Sulawesi yang terdapat di Sulawesi Tenggara, antara lain anoa dataran tinggi, anoa dataran rendah, babirusa, maleo, dan monyet hitam Sulawesi. Menurut Sujatnika dkk (1995) beberapa jenis burung endemik Sulawesi yang terdapat di Semenanjung Tenggara Sulawesi adalah: elang alap kecil (Accipter nanus), maleo senkawor (Macrocephalon maleo), mandar dengkur (Aramidopsis plateni), kareo Sulawesi (Amauromis isabellina), pergam tutu (Ducula forsteni), delimukan Sulawesi (Gallicomba tristigmata), serindit paruh merah (Loriculus exllis), pungguk oker (Ninox ochracea), cekakak hutan tungging hijau (Actenoides monachus), cirik-cirik pasa (Meropogon forsteni), kepodang-sungu biru (Coracina temminckii), sikatan leher merah (Ficedula rufigula), kacamata perut pucat (Zosterops consobrinorum), dan raja perling Sulawesi (Basilornis celebensis).
Sedangkan menurut BAPPENAS (1993), jenis-jenis burung endemik Sulawesi yang beberapa species terdapat di TN Rawa Aopa Watumohai dan atau Pulau Muna dan Buton adalah sebagai berikut: Spilornis rufipectus, Accipiter griseiceps, Accipiter rhodogaster, Macrocephalon maleo, Turacoena manadensis, Ducula luctosa, Trichoglossus ornatus, Prioniturus platurus, Loriculus stigmatus, Tanygnathus sumatranus, Paenicophaeus calorynchus, Centropus celebensis, Pelargopsis melanorhyncha, Coracias temminckii, Penelopides exarhatus, Rhyticeros cassidix, Mul1eripicus fulvus, Corracina bicolor, C. leucopya, Dicaeum aureolimbatum, D. celebicum, Scissirostrum dubium, dan Corvus typicus. Kecuali burung, beberapa jenis mammalia endemik Sulawesi terdapat di Sulawesi Tenggara (BAPPENAS, 1993), yakni: kuskus (Phalanger ursinus), monyet hitam Sulawesi (Macaca ochreata), Prosciurillus abstrusus, Sus celebensis, babirusa (Babyrousa babirusa), anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), dan anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi).

Sebagai upaya pengawetan keanekaragaman jenis flora dan fauna, Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah peraturan perundangan untuk melindungi beberapa jenis satwa dan tumbuhan dari ancaman kepunahan sebagai akibat aktivitas perdagangan, perburuan, dan penangkapan/koleksi secara illegal. Beberapa jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi tersebut terdapat di Sulawesi Tenggara.

Tabel Jenis-Jenis Flora dan Fauna Dilindungi Undang-Undang yang Terdapat di Propinsi Sulawesi Tenggara
No
Jenis
Nama
1
FLORA

Kayu Kuku
Kasumeeto
2
FAUNA
Mamalia
Reptilia
Aves
Mollusca
Arthropoda
Rusa
Anoa dataran rendah
Anoa dataran tinggi
Babirusa
Bajing tanah
Kera hitam Sulawesi
Musang Sulawesi
Kus-Kus
Buaya muara
Sanca bodo
Soa-soa
Penyu belimbing
Penyu tempayan
Maleo
Rangkong
Itik Liar
Elang laut perut putih
Bangau hitam
Raja udang
Pelatuk besi
Bangau tongtong
Kuntul kecil
Kuntul kerbau
Pecuk ular
Ibis hitam
Mandar Sulawesi
Nuri Sulawesi
Wili-Wili
Dara laut/camar
Burung hantu
Burung madu
Bintayung
Serindit Sulawesi
Kasturi
Akar bahar
Kima raksasa
Kima sisik
Triton terompet
Kepala kambing
Batu laga, siput hijau
Troka, susu bundar
Nautilus berongga
Kepiting kepala

Flora Identitas Daerah Sulawesi Tenggara adalah Anggrek Serat (Diplocaulobium utile Krzl.) yang termasuk Suku Orchidaceae. Anggrek ini banyak dimanfaatkan untuk bahan dasar anyaman tradisional yang khas, dibentuk untuk kotak perhiasan, tas tangan, dan untuk hiasan tepi tikar. Cara pengolahannya adalah. umbi semunya dikumpulkan untuk dibelah-belah memanjang dan dipipihkan. Pita-pita yang diperoleh sewaktu masih basah dililitkan pada sebatang balok bulat, sesudah kering akan terbentuk bahan anyaman yang halus, mengkilap, dan kuning keemasan serta dapat diwarnai. Karena bahan bakunya makin sukar diperoleh di lapangan, maka hasil kerajinan dari bahan Anggrek Serat tersebut menjadi mahal. Tumbuhan epifit ini umbi semunya tumbuh merumpun dengan rimpang beruas pendek sehingga membentuk roset seperti paku sarang burung dan menarik untuk dipelihara sebagai tanaman hias. Daunnya tunggal berbentuk lanset, bunganya keluar dari lipatan pangkal daun, berkelopak dan daun mahkota yang sempit .memanjang berwarna kekuningan. Bunga muncul setelah penurunan suhu malam hari yang cukup rendah. Dalam setahun dapat berbunga 3 kali atau lebih. Anggrek serat dapat dikembangbiakkan dengan membelah-belah rumpunnya, atau dengan bijinya.  Diplocaulobium utile belum banyak dibudidayakan karena bunganya tidak tahan lama. Anggrek ini tumbuh baik di daerah panas, pada ketinggian 0- 150 m dpl. Sinonim untuk Anggrek Serat dengan nama marga berbeda adalah Dendrobium utile Kerabat-kerabat dekat anggrek tersebut tersebardi Sulawesi dan Irian Jaya.
Fauna Identitas Daerah Sulawesi Tenggara adalah Anoa (Bubalus depressicornis (H.Smith) yang termasuk suku Bovidae. Binatang ini mirip kerbau tetapi pendek serta lebih kecil ukurannya, kira-kira sebesar kambing. Panjang badan kurang lebih 175 cm, dengan tinggi 80 cm, dan beratnya sekitar 200 kg. Anoa binatang berkuku genap, di setiap kakinya terdapat 4 buah kuku, dua kuku di belakang lebih kecil dan tidak memecah tanah. Rambut badannya halus, warna bervariasi dari coklat hingga coklat tua kehitam-hitaman. Umumnya yang jantan berwarna lebih gelap dari pada betina. Anak anoa mempunyai bulu halus yang tebal berwarna coklat keemasan. Kepala anoa bertanduk pendek 2 buah, berbentuk lurus ke belakang serta meruncing dan agak memipih serta berlobang di tengah. Tanduk ini merupakan senjata untuk mempertahankan diri. Satwa ini bisa menjadi berbahaya apabila terdesak. Habitat anoa adalah di hutan dataran rendah dan hutan berawa-rawa. Binatang ini suka berkubang di lumpur dan merendam diri di air waktu pagi dan sore hari. Makanannya berupa rumput-rumputan, pucuk tumbuhan lain. Anoa merupakan satwa endemic Sulawesi dan telah dilindungi berdasarkan Ordonansi Perlindungan Binatang Liar 1931 No.266. (Depdagri, 1995).

C.  SUMBER DAYA

1.      Pertambangan
a.    Kebijakan Pembangunan Pertambangan di Sulawesi Tenggara
1.    Penataan fungsi kawasaan hutan melalui perubahan tata ruang wilayah sulawesi tenggara
2.    Penataan kembali lahan-lahan konsesi pertambangan
3.    Mendorong pembangunan industri pengolahan guna memperluas kesempatan kerja dan multiplier effect lainnya.
4.    Mendorong investor untuk menyisihkan keuntungannya kepada
pembangunan  kesejahteraan masyarakat secara langsung
5.    Mengembangkan kawasan industri pertambangan nasional
Berdasarkan kebijakan tersebut maka Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mencanangkan areal pengelolaan kawasan hutan seluas 481 ribu ha yang akan dimanfaatkan untuk kebutuhan areal pertambangan, pertanian dan perkebunan dalam rangka mewujudkan kawasan industri pertambangan nasional.

1.    Aspal Curah
Aspal Curah dengan deposit 3,8 milyar ton penyebarannya di Pulau Buton (Kabupaten Buton dan Buton Utara)

2.    Nikel (ore)
Deposit = 97,4 milyaran ton penyebaran di Kabupaten Kolaka Utara, Kolaka, Konawe Utara, Konawe Selatan, Konawe, dan Bombana (Pulau Kabaena).

3.    Emas
Emas estimasi deposit = 1,125 juta ton. Penyebaran di Kabupaten Bombana dan Wawonii serta beberapa kabupaten lain yang sedang diteliti.
Potensi tambang lainnya :
Pasir kuarsa    
Marmer                   
Lempung                
Oniks                      
Gamping                  
Mangan                    
Pasir besi                  
Fosfat                       
Kromit                      
magnesit        
          
4.    Listrik
Kondisi kelistrikan Sulawesi Tenggara
1.    kapasitas terpasang sebesar 115,569 mw
2.    rasio elektrifikasi sebesar 41 %, tahun 2009 (37,16 %, tahun 2007) (nasional 65,10 %) rasio desa terlistrik Cabang Kendari 77,52 %. Cabang Bau – bau 56,20 % (295 desa). Penambahan pembangkit sebesar 30,5 mw pada tahun 2010. Prediksi kebutuhan listrik untuk pengembangan Sultra menjadi pusat industri pertambangan nasional : untuk smelter dan refinery sebesar 640 mw untuk pabrik baja (stainles steel) sebesar 230 mw total 870 mw.

5.    Potensi Energi        
Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air :
Sungai Lasolo              :  90 mega watt
Sungai Konaweha         :  24 mega watt
Sungai Tamboli            :  25,8 mega watt
Sungai Lalindu             :  100 mega watt


2.      Objek wisata
Pariwisata, meliputi:
v Wisata sejarah, seperti:
·      Benteng Keraton Buton, di Kota Baubau yang merupakan benteng terluas di dunia;
·      Istana Malige, di Kota Baubau dengan arsitektur khas Suku Buton dan merupakan bangunan adat yang tidak menggunkan paku
·      Kasulana Tombi, di Kota Baubau yang merupakan bekas tiang bendera Kesultanan Buton yang umurnya lebih dari tiga abad
·      Masjid Agung Keraton Buton (Masigi Ogena), di Kota Baubau yang merupakan masjid pertama yang berdiri di Sulawesi Tenggara
·      Kampua, di Kota Baubau yang merupakan mata uang Kerajaan dan Kesultanan Buton

v Wisata budaya, seperti:
·      Tenunan Buton di kota Baubau, Kabupaten Buton dan Kabupaten Buton Utara
·      Tenun Ikat di Kabupaten Wakatobi
·      Tari Lariangi dari Kabupaten Wakatobi
·      Tari Balumpa dari Kabupaten Wakatobi
·      Pekande-kandea, upacara adat masyarakat Buton Raya (Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi)
·      Pengrajin Besi, di Binongko, Kabupaten Wakatobi
·      Upacara Adat Posuo (Masyarakat Buton Raya)
·      Upacara Adat Kabuenga, dari Kabupaten Wakatobi
·      Upacara Adat Karia, dari Wangi-wangi di Kabupaten Wakatobi
·      Upacara Adat Mataa, dari Kabupaten Buton
·      Upacara Adat Tururangiana Andala, dari Pulau Makassar di Kota Baubau
·      Layang-layang tradisional Khagati, dari Kabupaten Muna
·      Tari Potong Pisang, dari Kabaena di Kabupaten Bombana
·      Aduan Kuda, dari Kabupaten Muna
·      Upacara Adat Religi Goraana Oputa, oleh masyarakat Buton Raya
·      Upacara Adat Religi Qunua, oleh masyarakat Buton Raya
·      Gambus dan Dole-dole, alat musik khas masyarakat Buton Raya
·      Atraksi Perahu Naga, di Kota Baubau
·      Tari Lulo Alu, dari Kabaena Kabupaten Bombana
·      Upcara adat Bangka Mbule Mbule di Kabupaten Wakatobi.

v Wisata alam, seperti:
·      Taman Nasional Wakatobi, di Kabupaten Wakatobi yang merupakan surga bawah laut segitiga karang dunia yang memiliki spesies terumbu karang sebanyak 750 dari 850 spesies karang dunia
·      Pantai Nirwana, di Kota Baubau
·      Pantai Lakeba, di Kota Baubau
·      Gua Moko, di Kota Baubau
·      Gua lakasa, di Kota Baubau
·      Pantai Kamali, di Kota Baubau
·      Wantiro, di Kota Baubau
·      Hutan Tirta Rimba, di Kota Baubau
·      Batu Poaro, di Kota Baubau
·      Gua Kaisabu, di Kota Baubau
·      Lagawuna, di Kota Baubau
·      Air Terjun Samparona, di Kota Baubau
·      Hutan Lambusango, di Kabupaten Buton yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang endemik diantaranya Anoa
·      Suaka Margasatwa Buton Utara, di Kabupaten Buton Utara
·      Cagar Alam Wakonti, di Kota Baubau
·      Permandian Bungi, di Kota Baubau
·      Kali Baubau, di Kota Baubau
·      Kolagana, di Kota Baubau
·      Sulaa, di Kota Baubau
·      Wisata Bawah Laut Basilika, di Kabupaten Buton yang merupakan kawasan pengembangan terpadu BASILIKA (Pulau Batauga, Pulau Siompu, Pulau Liwutongkidi dan Pulau Kadatua). Tujuannya adalah untuk mengembangkan objek wisata bahari (bawah laut) di kabupaten yang kaya dengan aneka wisata baharinya itu
·      Baubau Letter, di Kota Baubau
·      Sungai Tamborasi yang merupakan sungai terpendek di dunia yang terletak di Kabupaten Kolaka Utara
·      Air Terjun Moramo, di Kabupaten Konawe Selatan
·      Goa Kobori, di Kabupaten Muna
·      Danau Napabale, di Kabupaten Muna
·      Kaburaburana, air terjun bertingkat di Kabupaten Buton
·      Pantai Batu Gong di Kabupaten Konawe
·      Pantai Toronipa di Kabupaten Konawe
·      Permandian Cekdam di kabupaten Konawe



3.    Hutan
Kawasan hutan di Provinsi Sulawesi Tenggara menurut fungsinya terdiri dari 5 (lima) jenis, yaitu hutan produksi biasa, hutan produksi terbatas, hutan lindung, hutan wisata/PPA dan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Luas kawasan hutan di Sulawesi Tenggara tersebut seperti yang dapat dilihat pada Tabel 00 adalah seluas 2.600.137 ha atau 68,17% dari luas daratan. Menurut kabupaten/kota, menunjukkan 923,980 ha atau 35,54% terdapat di Kabupaten Konawe, 517,775 ha atau 19,91% terdapat di Kabupaten Kolaka, 250,686 ha atau 9,64% terdapat di Kabupaten Konawe Selatan, 244,299 ha atau 9,50% terdapat di Kabupaten Kolaka Utara, 244,292 ha atau 9,39% terdapat di Kabupaten Bombana, 237,377 ha atau 9,13% terdapat di Kabupaten Muna, 148,845 ha atau 5,72% terdapat di kabupaten Buton, 13,487 ha atau 0,48% terdapat di kabupaten Wakatobi, 12,429 ha atau 0,48% terdapat di Kota Bau-Bau, dan 4.364 ha atau 0,17% terdapat di Kota Kendari.
Menurut fungsinya, 633.431 ha atau 24,36% adalah hutan produksi biasa, 419.244 ha atau 16,12% adalah hutan produksi terbatas, 1.016.270 ha atau 40,82% adalah hutan lindung, 212,123 ha atau 8,16% hutan produksi yang dapat dikonversikan dan seluas 274.069 ha atau 10,54% adalah hutan wisata/PPA.
Produksi kayu Sulawesi Tenggara tahun 2005 yang meliputi kayu jati logs, kayu jati gergajian, kayu rimba logs dan kayu rimba gergajian, masing-masing tercatat sebanyak 23.056,074 m3, 6.627,11 m3, 41.875,343 m3 dan 17.735,20 m3. Dan produksi rotan 9.236,51 ton turun sebesar 11,94% dibanding tahun 2004.

4.      Pertanian
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.

Kakao
Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat.

Jambu monyet
Jambu monyet atau jambu mede (Anacardium occidentale) adalah sejenis tanaman dari suku Anacardiaceae yang berasal dari Brasil dan memiliki "buah" yang dapat dimakan. Yang lebih terkenal dari jambu mede adalah kacang mede, kacang mete atau kacang mente; bijinya yang biasa dikeringkan dan digoreng untuk dijadikan pelbagai macam penganan. Secara botani, tumbuhan ini sama sekali bukan anggota jambu-jambuan (Myrtaceae) maupun kacang-kacangan (Fabaceae), melainkan malah lebih dekat kekerabatannya dengan mangga (suku Anacardiaceae).

Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera) adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini.
Cengkih
Cengkih (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia aromaticum), dalam bahasa Inggris disebut cloves, adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Cengkih adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkih ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar; selain itu juga dibudidayakan di Zanzibar, India, dan Sri Lanka.

Kopi

Kopi Adalah Sejenis Minuman Yang Berasal Dari Proses Pengolahan Dan Ekstraksi Biji Tanaman Kopi. Kata kopi sendiri berasal dari bahasa Arab qahwah yang berarti kekuatan, karena pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi.[3] Kata qahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda.[rujukan?] Penggunaan kata koffie segera diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini.

 

Pinang

Pinang adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur. Pinang juga merupakan nama buahnya yang diperdagangkan orang. Pelbagai nama daerah di antaranya adalah pineung (Aceh), pining (Batak Toba), penang (Md.), jambe (Sd., Jw.), bua, ua, wua, pua, fua, hua (aneka bahasa di Nusa Tenggara dan Maluku) dan berbagai sebutan lainnya.
Lada
Lada atau merica (Piper nigrum L.) adalah rempah-rempah berwujud bijian yang dihasilkan oleh tumbuhan dengan nama sama. Lada sangat penting dalam komponen masakan dunia dan dikenal luas sebagai komoditi perdagangan penting di Dunia Lama. Pada masa lampau harganya sangat tinggi sehingga menjadi salah satu pemicu penjelajahan orang Eropa ke Asia Timur untuk menguasai perdagangannya dan, dengan demikian, mengawali sejarah kolonisasi Afrika, Asia, dan Amerika.
Vanili
Vanili (Vanilla planifolia) adalah tanaman penghasil bubuk vanili yang biasa dijadikan pengharum makanan. Bubuk ini dihasilkan dari buahnya yang berbentuk polong. Tanaman vanili dikenal pertama kali oleh orang-orang Indian di Meksiko,Negara asal tanaman tersebut. Nama daerah dari vanili adalah panili atau perneli.

5.      Perikanan
Potensi Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Sulawesi Tenggara dengan luas ± 153.019 Km2 terdiri dari wilayah daratan 38.140 Km2 dan wilayah perairan laut 114.879 Km2. Wilayah pesisir dan perairan laut Sulawesi Tenggara dikelilingi oleh Laut Banda, Laut Flores, Laut Maluku dan Teluk Bone, memiliki potensi sumberdaya alam seperti tambang mineral serta keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, seperti Estuaria, Mangrove, Padang Lamun, Terumbu Karang dan Pantai Berpasir. Biota  penghuni ekosistem ini beberapa diantaranya merupakan biota yang bernilai ekonomi penting seperti Ikan Karang, Crustacea, Molusca dan Sponge.
Selain itu daerah ini juga memiliki beberapa obyek wisata bahari yang sangat terkenal karena memiliki biodiversitas yang tinggi, seperti Taman Nasional Laut Wakatobi. Kawasan wisata lainnya yang terdapat di Sulawesi Tenggara adalah perairan Pulau Hari (Kabupaten Konawe Selatan), Perairan Tiworo Kepulauan (Kabupaten Muna), perairan Pulau Kadatua, Pulau Siompu dan Pulau Kabaena (Kabupaten Bombana). 
Semua potensi sumberdaya pesisir dan laut tersebut, pengelolaannya sampai saat ini belum tertata dengan baik sehingga manfaat ekologis, sosial dan ekonomi belum optimal. Seiring dengan semakin intensifnya pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut untuk berbagai kegiatan seperti : budidaya laut, pemukiman, wisata bahari, perhubungan, pengembangan industri dan sektor lainnya, maka telah menimbulkan tekanan terhadap ekosistem pesisir dan laut.
Kondisi tersebut diatas semakin parah oleh adanya pemanfaatan wilayah pesisir yang belum jelas kepemilikan dan penguasaan sumberdaya pesisir, belum adanya hukum yang menjamin untuk mengembangkan usaha dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Keadaan tersebut berpotensi dan bahkan telah menimbulkan konflik kepentingan dan konflik kewenangan pengelolaan pesisir diberbagai kawasan.
Akhir-akhir ini pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil Sulawesi Tenggara sering menimbulkan konflik kepentingan dengan masyarakat setempat. Masyarakat setempat merasa tertekan dengan kegiatan di kawasan pesisir dan perairan laut yang bersifat destruktif seperti, penggunaan bom dan sianida dalam menangkap ikan serta eksploitasi biota-biota yang dilindungi baik yang dilakukan oleh nelayan setempat maupun yang berasal dari luar Sulawesi Tenggara.
Dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang dihadapkan pada beberapa hambatan, antara lain : data dan informasi yang masih terbatas, tata batas dengan rambu-rambu untuk penetapan zonasi belum tersedia dan pemahaman masyarakat terhadap pelestarian sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil masih relatif rendah.  Merujuk dari gambaran potensi sumberdaya yang dimiliki dan tingkat pengelolaan, maka perlu selalu mencari solusi yang terbaik agar dapat memberikan manfaat bagi generasi sekarang dan mendatang secara berkelanjutan.

Potensi Perikanan Tangkap
Potensi kelautan dan perikanan cukup besar, namun belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada sumbangan sub sektor kelautan dan perikanan terhadap Produk Domestik Regional Bruto Sulawesi Tenggara baru sebesar 12,10 %. Potensi perikanan laut diperkirakan sebesar 500.000 ton/tahun, yang dapat dimanfaatkan secara lestari diperkirakan sebesar 250.000 ton/tahun.
Berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor : 995/Kpts/IK.210/9/99 tentang potensi sumberdaya ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai kewenangan mengelola sumberdaya ikan di Laut Flores dan Selat Makassar dengan kandungan ikan yang dapat dieksploitasi (JTB) sekitar 542.800 ton/tahun yang terdiri dari ikan pelagis 79.200 ton/tahun, ikan karang 12.300 ton/tahun dan ikan hias 225.000.000 ekor/tahun.
Berdasarkan data statistik perikanan tangkap, jumlah produksi penangkapan di laut Sulawesi Tenggara tahun 2004 baru mencapai 187.657,5 ton, jika dibandingkan dengan potensi lestari 250.000 ton/tahun maka tingkat pemanfaatannya baru mencapai 75,06 %. Pemanfaatan ikan sebagian besar dilakukan oleh nelayan skala kecil dengan menggunakan perahu tanpa motor dan alat tangkap ikan yang digunakan adalah pancing dan jaring insang.
Pada periode tahun 2000 - 2004 perkembangan produksi perikanan tangkap mengalami kenaikan rata-rata tiap tahun sebesar 5,10 %.  Produksi penangkapan masih didominasi dari penangkapan di laut (persentase kenaikan rata-rata tiap tahun sebesar 5,18 %) dibandingkan dengan penangkapan di perairan umum.
Perkembangan ekspor hasil perikanan Sulawesi Tenggara menunjukan peningkatan yang signifikan untuk masing-masing komoditas perikanan pada tahun 2004. Volume ekspor hasil perikanan Sulawesi Tenggara tahun 2004 sebesar 6.180,16 ton atau senilai dengan Rp. 146.463.124.160,-. Sedangkan perdagangan antar pulau/antar provinsi komoditas perikanan Sulawesi Tenggara tahun 2004 sebesar 16.674,73 ton atau senilai dengan Rp. 22.918.281.000.
Jumlah nelayan mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu tinggi, dengan kenaikan rata-rata tiap tahun sebesar 5,38 %. Peningkatan jumlah nelayan disebabkan adanya pegeseran orientasi mata pencaharian masyarakat kepada kegiatan penangkapan ikan serta adanya imigran/eksodus dari daerah lain.  Peningkatan ini menunjukan bahwa sektor perikanan tangkap mampu menyediakan lapangan pekerjaan.
Peningkatan produksi penangkapan ikan di laut, tidak terlepas dari bertambahnya sarana penangkapan ikan. Dari data yang ada menunjukan bahwa armada penangkapan didominasi oleh perahu tanpa motor, tetapi peningkatannya dari tahun 2003 ke tahun 2004 sangat kecil (0,01%). Hal ini menunjukan bahwa nelayan sudah mulai beralih untuk menggunakan peralatan yang lebih produktif.  Hal ini dapat dilihat pada peningkatan penggunaan motor tempel sebesar 7,58 % pada tahun 2004. Penggunaan motor tempel dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh.

6.      Peternakan
Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan tersebut. Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.[1]
Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci

Sapi

Sapi ternak adalah hewan ternak anggota familia Bovidae dan subfamilia Bovinae. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan pangan. Hasil sampingan, seperti kulit, jeroan, dan tanduknya juga kemudian dimanfaatkan. Di sejumlah tempat, sapi juga dipakai untuk membantu bercocok tanam, seperti menarik gerobak atau bajak. Sapi ternak saat ini merupakan keturunan dari jenis liar yang dikenal sebagai Auerochse atau Urochse (bahasa Jerman berarti "sapi kuno", nama ilmiah: Bos primigenius[1]), yang sudah punah di Eropa sejak 1627. Sapi ternak meski banyak jenisnya tetapi umumnya digolongkan menjadi satu spesies saja. Perlu diketahui pula bahwa sapi bali yang diternakkan di Indonesia berbeda jenis dengan sapi ternak yang dimaksud dalam artikel ini.

Kerbau

Kerbau adalah binatang memamak biah yang masih termasuk dalam subkeluarga bovinae. Kerbau liar atau disebut juga Arni masih dapat ditemukan di daerah-daerah Pakistan, India, Bangladesh, Nepal, Bhutan, Vietnam, Cina, Filipina, Taiwan, Indonesia, dan Thailand. Penjinakan kerbau sangatlah umum di Asia, Amerika selatan, Afrika utara, dan Eropa. Kerbau liar banyak hidup dan ditemui di Asia Tenggara, walau asal-usul kerbau ini masih dipertanyakan. Saat ini populasi kerbau liar di Asia mulai menurun dan dikhawatirkan bahwa di masa yang akan datang tidak akan ada lagi populasi kerbau liar yang dapat ditemukan. Kerbau dewasa dapat memiliki berat sekitar 300 kg hingga 600 kg. Kerbau liar dapat memiliki berat yang lebih, kerbau liar betina dapat mencapai berat hingga 800 kg dan kerbau liar jantan dapat mencapai berat hingga 1200 kg. Berat rata-rata kerbau jantan adalah 900 kg dan tinggi rata-rata di bagian pundak kerbau adalah 1,7 m. Salah satu ciri yang membedakan kerbau liar dengan kerbau domestik adalah bahwa kerbau domestik memiliki perut yang bulat. Dengan adanya percampuran keturunan antara kerbau-kerbau antara populasi yang berbeda, berat badan kerbau dapat bervariasi. Kerbau diperkirakan berasal dari Asia selatan.

 

Kambing

Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Kambing ternak (Capra aegagrus hircus) adalah subspesies kambing liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya (daerah "Bulan sabit yang subur" dan Turki) dan Eropa. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih besar. Umumnya, kambing mempunyai jenggot, dahi cembung, ekor agak ke atas, dan kebanyakan berbulu lurus dan kasar. Panjang tubuh kambing liar, tidak termasuk ekor, adalah 1,3 meter - 1,4 meter, sedangkan ekornya 12 sentimeter - 15 sentimeter. Bobot yang betina 50 kilogram - 55 kilogram, sedangkan yang jantan bisa mencapai 120 kilogram. Kambing liar tersebar dari Spanyol ke arah timur sampai India, dan dari India ke utara sampai Mongolia dan Siberia. Habitat yang disukainya adalah daerah pegunungan yang berbatu-batu.
D.  PENDUDUK

1.    Jumlah Penduduk
Pada tahun 1990 jumlah penduduk Sulawesi Tenggara sekitar 1.349.619 jiwa. Kemudian tahun 2000 meningkat menjadi 1.776.292 jiwa dan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik tahun 2005 adalah sejumlah 1.959.414 jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Tenggara selama tahun 1990-2000 adalah 2,79% per tahun dan tahun 2004-2005 menjadi 0,02%.[rujukan?] Laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten selama kurun waktu 2004-2005 hanya kota Kendari dan Kabupaten Muna yang menunjukan pertumbuhan yang positif, yaitu 0,03 % dan 0,02 % per tahun, sedangkan kabupaten yang lain menunjukkan pertumbuhan negatif.
Struktur umur penduduk Sulawesi Tenggara pada tahun 2005, penduduk usia di bawah 15 tahun 700.433 jiwa (35,75%) dari total penduduk, sedangkan penduduk perempuan mencapai 984.987 jiwa (20.27%) dan penduduk laki-laki mencapai 974.427 jiwa (49,73%).
2.    Persebaran Penduduk
Persebaran penduduk Sulawesi Tenggara disajikanJumlah penduduk tahun 2008 sebanyak 2.074.974 jiwa, tercatat sebanyak 281.450 jiwa  di Kabupaten Kolaka, 279.546 jiwa di Kabupaten Buton, 273.168 jiwa di Kabupaten Kolaka, 265.646 jiwa di Kabupaten Buton,  254.236 jiwa  di Kota Kendari, 246.004 jiwa di Kabupaten  Muna, 240.053 jiwa di Kabupaten Konawe Selatan, 101.475 jiwa di Kabupaten Wakatobi, 111.418 jiwa di Kabupaten Kolaka Utara,  48.700 jiwa di Kabupaten Buton Utara dan 45.760 di Kabupaten Konawe Utara.

3.    Pendidikan

Tingkat Pendidikan
Pelaksanaan pembangunan pendidikan di Sulawesi Tenggara selama ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data yang diperoleh dari Kantor Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara bahwa tingkat pendidikan penduduk yang berumur sepu­luh tahun keatas di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 yaitu  tidak/belum tamat SD , tamat SD , Tamat SLTP, Tamat SLTA, Tamat D III/Akademi, dan tamat Perguruan Tinggi dapat di lihat pada table VI.1.2. Dari data tersebut ternyata tingkat pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara relatif masih rendah dimana  sebagian besar penduduk hanya berpendidikan tamat SD.
Persentase Tingkat Pendidikan Penduduk Umur 10 Tahun Ke atas Di Prov. Sultra Tahun 2001 – 2005
TINGKAT PENDIDIKAN
TAHUN
2001
TAHUN
2002
TAHUN
2003
TAHUN
2004
TAHUN
2005
( % )
( % )
( % )
( % )
( % )
1
Tidak/Belum  tamat SD)
18.57
34.82
18.19
26
21,4
2.
Tamat SD
36.89
30.9
21
18
29,7
3.
Tamat SLTP/MTs
16.21
15.95
31.94
27
18,0
4.
Tamat SLTA/MA
16.02
10.42
22.67
4.30
20,2
5.
Akademi, Diploma I/II dan III
2.23
1.39
21.73
5.58
1,8
6.
Perguruan Tinggi
0.3
2.14
10.66
0
3,4

4.      Penghasilan Perkapita
Adapun penghasilan perkapita Sulawesi Tenggara pada tahun 2002 sebesar Rp. 4,19 juta dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp. 4,64 juta. Upaya peningkatan penghasilan  perkapita Sulawesi Tenggara senantiasa terus digalakan melalui berbagai bidang pembangunan sehingga pada tahun 2004 penghasilan perkapita Sulawesi Tenggara telah mencapai Rp. 5,25 juta. Salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah dapat dilihat dari PDRB perkapita.

5.    Suku Bangsa

Suku Buton
Seperti suku-suku di Sulawesi kebanyakan, suku Buton juga merupakan suku pelaut. Orang-orang Buton sejak lama merantau ke seluruh pelosok dunia Melayu dengan menggunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung lima orang, hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150 ton. Secara umum, orang Buton adalah masyarakat yang mendiami wilayah kekuasaan Kesultanan Buton. Daerah-daerah itu kini telah menjadi beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara diantaranya Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana dan Kabupaten Muna. Namun, kini masyarakat Muna lebih senang menyebut diri mereka sebagai orang Muna dibandingkan orang Buton.

Suku Bugis
Berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak sekitar enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Orang Bugis juga banyak yang merantau ke mancanegara.

Suku Muna
Suku Muna atau Wuna adalah suku yang mendiami Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Dari bentuk tubuh, tengkorak, warna kulit (coklat tua/hitam), dan rambut (keriting/ikal) terlihat bahwa orang Muna asli lebih dekat ke suku-suku Polynesia dan Melanesia di Pasifik dan Australia ketimbang ke Melayu. Hal ini diperkuat dengan kedekatannya dengan tipikal manusianya dan kebudayaan suku-suku di Nusa Tenggara Timur dan Pulau Timor dan Flores umumnya. Motif sarung tenunan di NTT dan Muna sangat mirip yaitu garis-garis horisontal dengan warna-warna dasar seperti kuning, hijau, merah, dan hitam. Bentuk ikat kepala juga memiliki kemiripan satu sama lain. Orang Muna juga memiliki kemiripan fisik dengan suku Aborigin di Australia. Sejak dahulu hingga sekarang nelayan-nelayan Muna sering mencari ikan atau teripang hingga ke perairan Darwin. Telah beberapa kali Nelayan Muna ditangkap di perairan ini oleh pemerintah Australia. Kebiasaan ini boleh jadi menunjukkan adanya hubungan tradisional antara orang Muna dengan suku asli Australia: Aborigin.

6.    Agama

Islam
Islam (Arab: al-islām, الإسلام Tentang suara inidengarkan (bantuan·info): "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia,[1][2] menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen.[3] Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh).[4] Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan"[5][6], atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Kekristenan

Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Agama ini meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias, juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa. Mereka beribadah di gereja dan Kitab Suci mereka adalah Alkitab. Murid-murid Yesus Kristus pertama kali dipanggil Kristen di Antiokia (Kisah Para Rasul 11:26).

Agama Hindu

Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma सनातन धर्म "Kebenaran Abadi", dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini.[2][3] Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa.
Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).
7.    Kebudayaan

a.    Tarian
1.    Tarian Lulo
http://kmk312christine.files.wordpress.com/2011/03/dsc_0053.jpg?w=448&h=301
Lulo merupakan tarian tradisional masyarakat Tolaki di kota Kendari, Sulawesi Tenggara.  Tolaki merupakan salah satu suku terbesar di Sulawesi Tenggara selain Suku Buton dan Suku Muna.  Biasanya, tarian ini dimainkan sebagai pertunjukan hiburan ketika merayakan. kebahagiaan, tarian menyambut kedatangan tamu kehormatan serta promosi budaya Sulawesi Tenggara .  Dulu, fungsi tari Lulo tidaklah seperti sekarang. Nenek moyang suku Tolaki memainkan tarian ini hanya ketika mereka menyelenggarakan upacara adat panen padi, pelantikan raja, serta pesta pernikahan. Ketika upacara panen padi, Lulo merupakan ritual untuk memuja dewa padi yang diyakini sebagai pemberi kesuburan.  Ketika dimainkan saat pesta pernikahan dan pelantikan raja, Lulo menjadi tarian persahabatan antar warga Tolaki dan media untuk mencari jodoh.  Itulah mengapa, penari Lulo ketika itu hanyalah warga yang belum mempunyai pasangan atau yang belum menikah .  Tak hanya itu, pihak lelaki diwajibkan untuk terlebih dahulu bertanya kepada calon wanita yang akan dijadikan pasangan menari. Jika pada saat pertunjukan akan berlangsung, pihak wanita menolak untuk diajak menari bersama, lelaki itu wajib membayar denda yakni menyembelih seekor kambing dan 2 lembar kain sarung untuk nantinya dibagikan kepada warga sekitar.  Aturan ini tidak berlaku, jika pihak wanita mengajak lelaki terlebih dahulu namun si lelaki menolaknya.  Namun kini,  tidak demikian. Siapa saja dapat menjadi penari Lulo dan ikut serta menari bersama ketika pertunjukan Lulo berlangsung.
Gerakan yang penuh suka ria menjadi ciri khas dari pertunjukan tari Lulo.  Selama pertunjukan berlangsung, alunan musik tradisional, seperti gong, kulintang yang terbuat dari bambu, serta kendang mengiringi setiap gerak para penari Lulo.  Setiap kali tarian ini dimainkan, jumlah penari Lulo bervariasi.  Pada awal pertunjukan, penari Lulo hanya terdiri dari beberapa pasang lelaki dan wanita. Biasanya ditengah pertunjukan, jumlah penari bertambah ketika penonton mulai tertarik untuk ikut serta menari bersama.
Sekilas, gerakan tari Lulo terlihat relatif sederhana. Mulai dari awal hingga pertunjukan usai, para penari Lulo membentuk lingkaran, menari sambil bergandengan tangan dengan posisi telapak tangan wanita berada di atas telapak tangan penari lelaki. Bagi warga Tolaki, posisi tangan wanita yang berada diatas tangan lelaki memiliki makna setiap lelaki berkewajiban untuk melindungi wanita. Perpaduan gerak ketika penari Lulo berputar dalam sebuah lingkaran dengan posisi tangan tetap saling bergandengan menjadi daya tarik tersendiri dari pertunjukan Lulo.  Keistimewaan tersendiri dari pertunjukan tari Lulo semakin dapat anda temukan ketika memiliki kesempatan untuk melihat langsung tarian ini dimainkan.

2.    Tarian Balumpa

http://kmk312christine.files.wordpress.com/2011/03/index1.jpeg?w=259&h=194
Tari Balumpa merupakan tari selamat datang dalam menyambut tamu agung. Tarian ini berasal dari Buton.

3.    Rumah Adat

http://kmk312christine.files.wordpress.com/2011/03/images.jpeg?w=326&h=155

Rumah Adat BUTON
Anjungan atau bangunan induk anjungan mengambil bentuk Istana Sultan Buton (disebut Malige) yang megah. Meskipun didirikan hanya dengan saling mengait, tanpa tali pengikat ataupun paku, bangunan ini dapat berdiri dengan dengan kokoh dan megah diatas sandi yang menjadi landasan dasarnya. Patung dua ekor kuda jantan yan sedang bertarung, pelengkap bangunan, menggambarkan tradisi mengadu kuda dari Pulau Muna yang digemari masyarakat Sulawesi Tenggara
Di Taman Mini Indonesia Indah, anjungan Sulawesi Tenggara terletak di sebelah tenggara arsipel, bersebelahan dengan anjungan Sulawesi Selatan serta berhadapan dengan istana anak-anak Indonesia. Dalam memperkenalkan daerahnya propinsi Sulawesi Tenggara menampilkan bangunan induk yang merupaka tiruan dari istana raja Buton yang disebut Malige.
Bangunan ini sengaja ditampilkan karena bangunan yang asli masih ada di pulau Buton serta merupakan satu peninggalan budaya yang bersejarah. Di halaman anjungan dilengkapi dengan patung-patung orang berpakaian adat antara lain dari daerah Buton, Muna, Kendari dan Koloka. Juga patung 2 ekor kuda jantan yang sedang berlaga, memperebutkan kuda betina. Adegan in menggambarkan Pogerano Ajara, jenis aduan kuda khas Sulawesi Tenggara, dan merupakan permainan raja-raja. Selain Anoa, Rusa dan lain-lain.
Rumah adat Buton atau Buton merupakan bangunan di atas tiang, dan seluruhnya dari bahan kayu. Banguanannya terdiri dari empat tingkat atau empat lantai. Ruang lantai pertama lebih luas dari lantai kedua. Sedangkan lantai keempat lebih besar dari lantai ketiga, jadi makin keatas makin kecil atau sempit ruangannya, tapi di lantai keempat sedikit lebih melebar. Seluruh bangunan tanpa memakai paku dalam pembuatannya, melainkan memakai pasak atau paku kayu. Tiang-tiang depan terdiri dari 5 buah yang berjajar ke belakang sampai delapan deret, hingga jumlah seluruhnya adalah 40 buah tiang. Tiang tengah menjulang ke atas dan merupakan tiang utama disebut Tutumbu yang artinya tumbuh terus. Tiang-tiang ini terbuat dari kayu wala da semuanya bersegi empat. Untuk rumah rakyat biasa, tiangnya berbentuk bulat. Biasanya tiang-tiang ini puncaknya terpotong. Dengan melihat jumlah tiang sampingnya dapat diketahui siapa atau apa kedudukan si pemilik. Rumah adat yang mempunyai tiang samping 4 buah berarti rumah tersebut terdiri dari 3 petak merupakan rumah rakyat biasa. Rumah adat bertiang samping 6 buah akan mempunyai 5 petak atau ruangan, rumah ini biasanya dimiliki oleh pegawai Sultan atau rumah anggota adat kesultanan Buton. Sedangkan rumah adat yang mempunyai tiang samping 8 buah berarti rumah tersebut mempunyai 7 ruangan dan ini khusus untuk rumah Sultan Buton.
Adapun susunan ruangan dalam istana ini adalah sebagai berikut:
1 Lantai pertama terdiri dari 7 petak atau ruangan, ruangan pertama dan kedua berfungsi sebgai tempat menerima tamu atau ruang sidang anggota Hadat Kerajaan Buton. Ruangan ketiga dibagi dua, yang sebelah kiri dipakai untuk kamar tidur tamu, dan sebelah kanan sebagai ruang makan tamu. Ruangan keempat juga dibagi dua, berfungsi sebgai kamar anak-anak Sultan yang sudah menikah. Ruang kelima sebgai kamar makan Sultan, atau kamar tamu bagian dalam, sedangkan ruangan keenam dan ketujuh dari kiri ke kanan diperguakan sebagai makar anak perempouan Sultan yang sudah dewasa, kamar Sultan dan kamar anak laki-laki Sultan yang dewasa.
Di anjungan Sulawesi Tenggara, lantai pertama ini konstruksi atau susunan ruangan sudah diubah sesuai dengan keperluan, sebagi pameran dan peragaan aspek kebudayaan daerahnya. Di sini dipamerkan pakaian kebesaran tradisional raja Kendari beserta permaisurinya, juga pakaian kebesaran raja Muna,panglima perang atau Kapitalao, menteri besar atau Banto Balano dan Pasi yakni petugas pengurus benda pusaka kerajaan. Semuanya dipamerkan dengan bentuk boneka berpakaian tradisional tersebut. Di ruanga inipun dioamerkan berbagai jenis hasil kerajiana perak Kendari, kerajinan anyaman-anyaman, tenunan serta benda-benda pusaka, beberapa goci dan berbagai binatang yang telah diawetkan seperti penyu, burung Meleo, penyu bersisik, biawak, enggang dan lain-lain.
2 Lantai kedua dibagi menjadi 14 buah kamar, yaitu 7 kamar di sisi sebelah kanan dan 7 kamar di sisi sebelah kiri. Tiap kamar mempunyai tangga sendiri-sendiri hingga terdapat 7 tangga di sebelah kiri dan 7 tangga sebelah kanan, seluruhnya 14 buah tangga. Fungsi kamar-kamar tersebut adalah untuk tamu keluarga, sebagai kantor, dan sebagai gudang. Kamar besar yang letaknya di sebelah depan sebagai kamar tinggal keluarga Sultan, sedangkan yang lebih besar lagi sebagai Aula.
3 Lantai ketiga berfungsi sebagai tempat rekreasi
4 Lantai keempat berfungsi sebagai tempat penjemuran. Disamping kamar bangunan Malige terdapat sebuah banguan seperti rumah panggung mecil, yang dipergunakan sebagai dapur, yang dihubungakan dengan satu gang di atas tiang pula. Di anjungan bangunan ini di[pergunakan sebagai kantor anjungan. Pada bangunan Malige terdapat 2 macam hiasan, yaitu ukira naga yang terdapat di atas bubungan rumah, serta ukiran buah nenas yang tergantung pada papan lis atap, dan dibawah kamar-kamar sisi depan. Adapun kedua hiasan tersebut mengandunga makna yang sangat dalam, yakni ukiran naga merupakan lambang kebesaran kerajaan Buton.
Sedangkan ukiran buah nenas, dalam tangkai nenas itu hanya tumbuh sebuah nenas saja, melambangkan bahwa hanya ada satu Sultan di dalam kerajaan Buton. Bunga nenas bermahkota, berarti bahwa yang berhak untuk dipayungi dengan payung kerajaan hanya Sultan Buton saja. Nenas merupakan buah berbiji, tetapi bibit nenas tidak tumbuh dari bibit itu, melainkan dari rumpunya timbul tunas baru. ini berarti bahwa kesultanan Buton bukan sebagai pusaka anak beranak yang dapat diwariskan kepada anaknya sendiri. Falsafah nenas in dilambangakan sebagai kesultanan Buton, dan Malige Buton mirip rongga manusia. Anjugan daerah Sulawesi Tenggara dibangun sejak tahun 1973 dan diresmikan pengggunaannya pada tahun 1975. Bertindak sebagai perancang terutama pada bangunan induknya adalah orang-orang adat dari bekas kesultanan Buton. Pada halaman anjungan terdapat arena pertunjukan dengan latar belakang relief, yang menggambarkan kebudayaan di Sulawesi Tenggara. Di arena inilah pada hari Minggu atau hari libur dipagelarkan kesenian tradisional seperti tari-tarian antara lain tari Kalegoa, tari Lariangi, tari Balumpa, tari Malulo dan lain-lain. Jenis tarian terakhir merupakan tarian pergaulan yang ditarikan dengan membentuk suatu lingkaran, bila besarnya lingkaran telah mencapai lebar arena, dibentuk lagi lingkaran baru di dalamnya, begitu seterusnya sehingga membentuk lingkaran yang berlapis-lapis karena semakin banyak orang yang melibatkan diri ikut menari tarian Malulo ini

b.   Baju Adat

http://kmk312christine.files.wordpress.com/2011/03/3794567187_c4c1d1ca07.jpg?w=375&h=500

8.    Laju Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Tenggara
Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Tenggara selama sepuluh tahun terakhir, tahun 2000-2010 sebesar 2,07 persen per tahun, Lebih besar jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan Penduduk Nasional sebesar 1,49 persen. Laju pertumbuhan Penduduk Kota Kendari merupakan yang tertinggi di Sulawesi Tenggara yakni sebesar 3,52 persen, diikuti Kabupaten Bombana sebesar 3,29 persen dan Kabupaten Kolaka Utara sebesar 2,88 persen. Sedangkan yang terendah di Kabupaten Wakatobi yakni sebesar 0,33 persen.

E.  BENTUK PEMERINTAHAN

Kabupaten dan kota

No.
Kabupaten/Kota
Ibu kota
1
Rumbia
2
Bau-Bau
3
Buranga
4
Kolaka
5
Lasusua
6
Unaaha
7
Andolo
8
Wanggudu
9
Raha
10
Wangi-Wangi
11
-
12
-



Daftar gubernur

No
Nama
Dari
Sampai
1
1965
2
1967
3
1967
1978
4
1981
5
1981
1982
6
1992
7
2002
8
2008
9
2013

 

Perwakilan di Jakarta

Anggota DPR dari Provinsi Sulawesi Tenggara

1.       Andi Rahmat (Fraksi Partai Demokrat)
  1. Yan Hendrizal (Ffraksi Partai Keadilan Sejahtera)
  2. Wa Ode Nurhayati (Partai Amanat Nasional)
  3. Umar Arsal Al Habsy (Partai Demokrat)
  4. Oheo Sinapoy (Partai Golkar)

Anggota DPD dari Provinsi Sulawesi Tenggara

1.       La Ode Ida
  1. Drs. Kamaruddin MBA
  2. Abd. Jabbar Toba

F.   KETERKAITAN ANTAR WILAYAH, KELEBIHAN DAN KEKURANGAN NIAP WILAYAH DAN PERLU SALING MENGISI.

1.    Propinsi Sulawesi Tenggara
Konsep pengembangan wilayah memegang peranan penting dalam menentukan perkembangan suatu wilayah termasuk terkait perkembangan ekonomi suatu wilayah. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik diperlukan pengembangan potensi yang dimiliki wilayah secara optimal. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan memetakan sektor unggulan wilayah serta menekankan pada adanya hubungan kerjasama kabupaten/kota yang ada di wilayah
tersebut. Pendekatan pengembangan ekonomi wilayah di Propinsi Sulawesi Tenggara belum memanfaatkan potensi setiap kabupaten/kota secara optimal sehingga tercipta pembangunan yang tidak merata di wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang baru yang lebih menekankan adanya kerjasama antar kabupaten/kota yang diharapkan akan membawa dampak bahwa pembangunan tidak terkonsentrasi pada kabupaten/kota tertentu saja. Sebelum merumuskan suatu kerjasama antardaerah diperlukan adanya penentuan potensi dan hubungan ekonomi antardaerah agar dapat dipetakan suatu kerjasama yang optimal. Oleh karena itu diperlukan adanya pemetaan pola keterkaitan ekonomi antar kabupaten/kota sebagai dasar penentuan kerjasama ekonomi. Pemetaan potensi sektor unggulan yang ada di setiap kabupaten/kota dilakukan dengan metode location quotient dan metode shift-share. Metode LQ dan SS digunakan untuk menentukan sector unggulan yang ada disetiap kabupaten/kota. Sedangkan untuk memetakan keterkaitan ekonomi antar kabupaten/kota digunakan metode analisa input-output. Keterkaitan ekonomi yang dipetakan dalam penelitian ini adalah keterkaitan sektor-sektor ekonomi yang tergolong sektor unggulan pada masing-masing kabupaten/kota. Data vi pendukung lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah data ketersediaan infrastruktur. Data ketersediaan infrastruktur ini digunakan untuk menilai kelayakan hubungan keterkaitan ekonomi antar kabupaten/kota terkait aspek aksesibilitas. Keterkaitan ekonomi yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa hampir semua kabupaten/kota memiliki keterkaitan ekonomi dengan kabupaten/kota lainnya. Keterkaitan ekonomi yang terbentuk menciptakan suatu pola keterkaitan. Dan pola keterkaitan
ekonomi yang terbentuk didasarkan pada pembagian sektor utama (primer-sekunder-tersier). Pola yang terbentuk dapat dikelompokkan menjadi dua pola keterkaitan, yaitu pola keterkaitan berdasarkan sector primer-sekunder-tersier dan pola sektor sekunder-tersier.


G.  REGIONALISASI KRITERIA YANG DIGUNANKAN KEWILAYAAN DI INDONESIA ( WAKTU PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN )

1.    Wilayah (Regionalisasi) Pertanian.

Wilayah pertanian maksudnya adalah wilayah dimana suatu produk pertanian dibolehkan/diwajibkan ditanami suatu produk pertanian pada suatu periode. Nah biar pembaca tidak bingung, gampangnya begini (ini misal saja):

·      bawang merah hanya boleh ditanam pada tahun 2007 di Jawa Tengah dan Jawa Timur
·      cabe hanya boleh ditaman pada tahun 2007 di Jawa Timur
·      Kambing hanya boleh diternakan di Jawa Barat
·      Kerbau hanya boleh diternakan di Jawa Timur

Dengan pengwilayahan ini maka diharapkan jumlah produksi suatu tanaman tidak berlebihan sehingga harga tidak terlalu jatuh.
untuk tahun 2008 diubah misalnya sebagai berikut:
·      Bawang Merah hanya boleh ditanam pada tahun 2008 di Jawa Barat
·      cabe hanya boleh ditaman pada tahun 2008 di Jawa Timur.

Jadi bergiliran. Apa bisa? Dahulu jaman kolonial Belanda, penduduk jawa barat dilarang menanam tebu, jadi produksi Tebu terkontrol tidak berlebihan, sehingga Belanda ketika menjual di Eropa tidak mengalami kerugian. Oh ya akibat peraturan ini, orang Jawa Barat sejak jaman Belanda hingga sekarang terbiasa minum teh pahit (tanpa gula). Jadi ketika saya dari Jawa Timur, datang ke Jawa Barat pada tahun 1990 saya menjadi kaget karena orang sunda biasa minum teh yang tidak mani.
Terus apa bisa wilayah pertanian ini diterapkan? Ya bisalah kan pemerintah punya tentara, yang tidak patuh ya tembak saja (maksud saya, rakyat harus patuh pada pemerintah).
Nah bagaimana dengan beras yang ternyata produksi nasional masih kurang, apakah harus dibuat wilayah terbatas penanaman beras? Tentu saja tidak, malahan dibuat suatu kebijakan bahwa wilayah A dan B misalnya, wajib ditanami beras pada suatu periode.

H.  PETA LOKASI



BAB III.
PENUTUP



A.Kesimpulan
Sulawesi tenggara adalah wilayah Negara kesatuan Repoblik Indonesia yang terletak di bagian Selatan khatulistiwa diantara 3° - 6° Lintang Selatan dan 120° 45’ - 124° 60’ Bujur Timur. Di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah, di sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores. Sedangkan di sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda dan di sebelah Barat Berbatasan dengan Teluk Bone , dan memeliki sumber daya yang banyak Bermanfaat bagi kehidupan bangsa Indonesia.

B. Saran
Bertolak dari kesimpulan di atas maka Penulis menyarankan kepada :
·      Mahasiswa – mahasiswa geografi agar mempelajari wilayah Sulawesi tenggara.
·      Bagi Negara kesatuan Repoblik Indonesia harus menjaga dan memilihara sumber daya yang ada di Sulawesi tenggara tersebut agar dapar bermanfaat bagi Bangsa Indonesia.
·      Dan bagi penduduk Sulawesi tenggara untuk bisa mempelajari sumber daya Alam yang ada di Sulawesi tenggara.

 
DAFTAR PUSTAKA



http://kmk312christine.wordpress.com/wisata/wisata-alamhttp://www.batukar.info/wiki/geografis-sulawesi-tenggara.
http://bangsabodoh.wordpress.com/2007/06/01/wilayah-regionalisasi-pertanian-untuk-menjaga-hasil-dan-harga-panen.
http://sultra.tripod.com/LETAK_GEOGRAFIS.htm
http://sultra.bps.go.id/index.php?option=com_content&t